UMP 2020 Naik 8,51 Persen, Ini Tanggapan Kadin Surabaya

Pemerintah melalui Kemnaker menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Okt 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2019, 16:00 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 pada 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.

Dikutip dari Surat Edaran tersebut, kenaikan UPM ini berdasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2020 bersumber dari Badan Pusar Statistik Republik IndonesIa (BPS RI)," bunyi SE tersebut seperti yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2019 seperti dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com.

Ketua Kadin Surabaya, Ali Efendi menuturkan, pengusaha pasti menyesuaikan upah setiap tahun. Terkait penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan UMK sebesar 8,51 persen, menurut Ali, pemerintah sudah memperhitungkan dan mempersiapkan berdasarkan rumusan yang ada. Ia belum dapat berkomentar lebih jauh mengenai penetapan besaran UMP 2020 tersebut.

Meski demikian, Ali mengingatkan kalau pemerintah dan masyarakat tidak menutup mata. Ini lantaran akan terjadi resesi ekonomi beberapa tahun ke depan. Sebelumnya Kepala Ekonom Moody’s Analytics Mark Zandi memperingatka kemungkinan terjadi resesi ekonomi global dalam 12-18 bulan ke depan.

"Saya pikir risikonya sangat tinggi sehingga jika sesuatu tidak melekat maka kita memang memiliki resesi. Bahkan jika kita tidak memiliki resesi selama 12-18 bulan ke depan, saya pikir cukup jelas bahwa kita akan memiliki ekonomi yang jauh lebih lemah,” ujar dia dikutip dari laman CNBC.

Zandi menuturkan, ada sejumlah dugaan yang sama sebabkan ekonomi melambat termasuk Presiden AS Donald Trump tidak sebabkan ketegangan perang dagang dengan China, Inggris menemukan solusi untuk Brexit dan bank sentral melanjutkan stimulus moneter.

IMF juga prediksi pertumbuhan ekonomi global akan tumbuh tiga persen pada 2019 dan 3,4 persen pada 2020. Angka ini lebih lambat dari perkiraan pada Juli dengan target masing-masing 3,2 persen dan 3,5 persen.

Sementara itu, Ali menambahkan, jika kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tenaga kerja diimbangi oleh produktivitas tidak menjadi masalah. Hal ini karena daya saing perusahaan dan negara akan naik.

“Akan tetapi jika UMP naik terus tidak diikuti dengan produktivitas kerja ini yang bahaya. Pasti dari segi pengusaha akan efisiensi, risikonya akan terjadi pengurangan penyerapan tenaga kerja,” ujar Ali saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (17/10/2019).

Ali menuturkan, ada sejumlah perusahaan besar telah melakukan efisiensi besar-besaran. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar seluruh pihak juga dapat membangun sumber daya manusia (SDM) tidak hanya menjadi pegawai saja.

Ali menilai, jiwa pengusaha atau entrepreneur juga perlu ditanamkan dalam SDM di Indonesia. Hal ini agar masyarakat Indonesia tidak hanya memiliki mental karyawan.

Selain itu, Ali menuturkan, bonus demografi juga perlu jadi perhatian. Ini harus dimanfaatkan untuk membangun SDM. Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada 2025 sedangkan di Jawa Timur pada 2023.

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

UMP 2020 Naik 8,51 Persen

Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.

Dikutip dari Surat Edaran tersebut, kenaikan UMP ini berdasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional.  

"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2020 bersumber dari Badan Pusar Statistik Republik IndonesIa (BPS RI)," bunyi SE tersebut seperti yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Berdasarkan Surat Kepala BPS RI Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 Tanggal 2 Oktober 2019. lnflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai berikut:

a. Inflasi Nasional sebesar 3,39 persen‎

b. Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Pertumbuhan PDB) sebesar 5,12 persen‎

"Dengan demikian, kenalkan UMP dan/atau UMK Tahun 2020 berdasarkan data Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional yaitu 8,51 persen," demikian tertulis dalam SE tersebut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya