Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kota Surabaya menggelar Parade Surabaya Juang pada Sabtu,9 November 2019. Parade itu untuk memperingati Hari Pahlawan Nasional yang dirayakan setiap 10 November.
Pada 2019, tema Parade Surabaya Juang itu “Wira Bangsa” atau Pahlawan Bangsa. Kegiatan tersebut untuk mentransformasikan nilai-nilai kebangsaan, kepahlawanan dan semangat juang untuk generasi muda.
Salah satu kegiatan dalam Parade Surabaya Juang 2019 dengan menyuguhkan berbagai penampilan teatrikal pertempuran 10 November. Teatrikal pertempuran itu dilakukan di Tugu Pahlawan, areal Gedung Siola dan Gedung Negara Grahadi.
Advertisement
Baca Juga
Sebelum pertempuran dahsyat itu, di Surabaya terjadi beberapa kali pertempuran. Pertempuran-pertempuran ini adalah pemicu hingga perlawanan memuncak di 10 November.
Salah satu peristiwa yang terjadi sebelum 10 November adalah pertempuran di Wonokromo. Dari pertempuran ini terlihat, betapa tentara dan masyarakat saat itu begitu berani membela Indonesia.
Berikut rangkuman kisah pertempuran Wonokromo yang Liputan6.com rangkum dari Surabaya Bergolak karya R.S Achmad:
Awal Kejadian
Sekutu sudah mulai menduduki gedung-gedung di Surabaya seperti gedung Internatio, pemancar radio Simpang dan banyak lagi. TKR pun akhirnya memilih untuk dipindahkan ke Pabrik Gula Ketegan, Sepanjang.
Perpindahan markas besar TKR tersebut tampaknya diikuti oleh dua peleton tentara Gurkha di daerah Kebun Binatang Wonokromo. Untuk menghadapi dua peleton tersebut, Mayjen Jonosewojo disiagakan dua batalion perang yakni Batalion Darmosoegondo dan Batalion Bambang Joewono. Kedua batalion tersebut memiliki peralatan perang yang lengkap.
Di sisi lain, dari pinggiran Sungai Wonokromo terdapat lasykar-lasykar rakyat yang mengambil steling sampai dekat jembatan Wonokromo dan sekitarnya. Semua mengarahkan ke stasiun trem Wonokromo dan kebun binatang, tempat pemusatan kekuatan tentara Gurkha.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Bangkit Menyerang Gurkha
Menjelang pagi, sekitar pukul 09.00, pertahanan tentara Gurkha sedikit kendor. Terbukti dari tembakan senjata yang mulai turun gencarannya. Hal ini mungkin disebabkan dengan keadaan mereka yang semakin terjepit dan tidak ada kesempatan untuk makan. Mobil tentara Sekutu pun mulai berkurang.
Sebaliknya, mobil pasukan TKR dan lasykar rakyat meningkat. Banyak pasukan baru datang yang tidak diketahui asalnya dari mana. Bisa dibilang, pemuda saat itu tumplek blek menjadi satu, mengepung tentara Gurkha.
Melihat menurunnya kekuatan Gurkha, strategi militer untuk menghancurkan musuh segera dilakukan. Bersam gerakan mobil lapis baja melintasi jembatan Wonokromo, pasukan TKR dan laskyar menerjang masuk ke pertahanan tentara Gurkha. Tentara Gurkha pun kewalahan dan susah melakukan perlawanan.
Perkelahian jarak dekat pun terjadi. Semangat pasukan Gurkha sudah menurun sekali, namun rupanya rakyat Surabaya tidak mengenal arti menyerah. Pertempuran berdarah pun terjadi di sana dan hancurlah pasukan Gurkha yang mempertahankan Wonokromo itu.
Akhir Kisah
Pertempuran 29 Oktober itu akhirnya dilerai oleh Bung Karno dan Bung Hata. Andai tak ada peleraian dari pemerintah, pertempuran seperti ini akan terjadi lagi di tempat lain Kota Pahlawan.
Setelah pertempuran selesai, situasi Surabaya, khususnya Wonkoromo diselimuti rasa haru dan bangga. Selain Gurkha, banyak korban yang jatuh pula dari pihak Indonesia. Jenazah-jenazahnya tersebar di jalanan. Mayat pasukan Gurkha akhirnya dibuang begitu saja ke Kali Mas.
Keesokan paginya, diadakan pemakaman pejuang Indonesia yang gugur di Taman Pahlawan Tambak Sari. Pemakaman ini dipimpin langsung oleh Mayjen Jonosewojo.
Advertisement