Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, Jawa Timur mengaku belum menerima penangguhan upah minimum kabupaten (UMK) di kabupaten setempat yang akan diberlakukan pada 2020.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo, Fenny Apridawati mengatakan jika hingga kini pihaknya masih belum menerima laporan penangguhan UMKÂ dari perusahaan.
"Kan baru di SK kemarin. Kalau secara lisan banyak, tapi kalau secara resmi belum," ujar dia seperti mengutip Antara, Kamis, 21 November 2019.
Advertisement
Baca Juga
Ia menyebutkan, pihaknya mempersilahkan kepada perusahaan-perusahaan di Kabupaten Sidoarjo untuk mengajukan penangguhan UMK setelah dilakukan penetapan.
"Untuk sosialisasi akan kami lakukan, karena untuk tingkat provinsi saja baru pekan depan dilakukan," tambahnya.
Ia mengemukakan, pihaknya juga mengajak kepada media yang ada di kabupaten setempat untuk turut serta menyosialisasikan besaran UMK yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
"Kami mengajak kepada rekan media untuk turut serta menyosialisasikan besaran UMK itu," kata dia.
Dari data yang ada, besaran nilai UMK untuk Kabupaten Sidoarjo yang akan berlaku tahun 2020 sebesar Rp4.193.581. Jumlah ini meningkat sekitar 8,5 persen dari tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 3.864.696.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Gubernur Khofifah Tetapkan UMK 2020 di Jawa Timur
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020. Ada sejumlah pertimbangan untuk menetapkan UMK 2020.
Penetapan UMK 2020 itu berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 Tahun 2018 tentang upah minimum. Selain itu, kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga menjadi variabel menentukan besaran kenaikan UMK yang mencapai 8,51 persen.
"Alhamdulilah hari ini kita bisa menetapkan besaran UMK 2020. Memang ada beberapa daerah yang harus melakukan revisi, karena kenaikannya di atas peraturan menteri," kata Khofifah, Rabu, 20 November 2019.
Besaran UMK 2020 tertinggi adalah Surabaya yang mencapai Rp 4.200.479,19. Sementara terendah adalah Kabupaten Magetan yang hanya Rp 1.913.321,73. Khofifah ingin kenaikan tersebut disikapi secara bijak oleh semua elemen yang terkait baik pengusaha, pekerja dan pemerintah daerah.Â
"Semoga kenaikan ini berdampak positif pada kesejahteraan pekerja di Jawa Timur," ujar Ketua PP Muslimat NU tersebut.
Menyinggung tentang kemungkinan banyak PHK, karena perusahaan ingin mengurangi biaya produksi dengan rasionalisasi, Khofifah menyebutkan, program padat karya akan menjadi solusinya. Namun, demikian konsep tersebut akan dimatangkan di internal Pemprov Jatim.
Â
Advertisement