Sekolah Inklusi Butuh Pembenahan di Surabaya

Pendiri Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT), Tutus Setiawan menilai fasilitas untuk menerapkan pendidikan inklusi masih perlu perbaikan di Surabaya, Jawa Timur.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Des 2019, 16:10 WIB
Diterbitkan 06 Des 2019, 16:10 WIB
(Foto: Dok Pribadi)
Tutus Setiawan, Pendiri Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) di Surabaya. (Foto: Dok Pribadi)

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT), Tutus Setiawan menilai fasilitas untuk menerapkan pendidikan inklusi masih perlu perbaikan di Surabaya, Jawa Timur.

Tutus mencontohkan,  sekolah inklusi belum merata di Surabaya sehingga jaraknya jauh. Ini membuat kesulitan bagi siswa disabilitas. Selain itu, fasilitas di sekolah inklusi juga belum memadai. Tutus menilai, fasilitas sekolah inklusi juga harus disesuaikan dengan disabilitas. Guru pendamping bagi siswa disabilitas juga masih sangat kurang.

"Sekolah inklusi tidak merata karena jaraknya jauh. Fasilitas inklusi tidak memadai. Inklusi disesuaikan dengan disabilitas seperti pembelajaran, guru,fasilitas sekolah,” ujar Tutus saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Jumat (6/12/2019).

Tutus menambahkan, sekolah juga kadang seperti mensyaratkan intelligence quotient (IQ). Padahal kemampuan siswa disabilitas juga berbeda-beda. Tutus mengapresiasi kebijakan pemerintah kota (pemkot) Surabaya untuk mengembangkan kota inklusi termasuk di sektor pendidikan.

Tutus menilai, pendidikan  juga sangat penting untuk disabilitas. Dengan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan disabilitas. Namun, sayang menurut Tutus, penyandang disabilitas yang melanjutkan ke perguruan tinggi masih sedikit. “Saat kerja juga butuh ijazah. Disabilitas terganjal di ijazah,” ujar dia.

Sebelumnya, pemerintah kota Surabaya memprioritaskan pengembangan sekolah inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di sejumlah wilayah di Kota Pahlawan, Jawa Timur. Ini karena banyak dari para siswa tersebut yang berasal dari keluarga miskisn dan beberapa ditinggalkan oleh orangtuanya.

"Untuk membantu mereka, kami mengembangkan 78 sekolah inklusi,” ujar Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma), pada 1 April 2019, seperti dikutip dari Antara.

Risma menuturkan, banyak di antara mereka yang mampu menunjukkan bakat luar biasa dalam melukis.

"Kami sering meminta mereka untuk melukis potret tamu yang datang dari negara lain, termasuk wali kota dan duta besar," tutur dia.

Risma percaya kalau setiap anak adalah unik dan memiliki bakat serta keterampilan yang berbeda untuk berkembang. Untuk mendukung hal ini, Pemkot Surabaya menyiapkan berbagai pelatihan keterampilan, seperti olahraga, seni, dan musik di ruang publik seperti balai kota dan taman kota.

"Kami memiliki 479 lapangan olahraga yang disediakan secara gratis serta 63 sekolah sepak bola di seluruh kota," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya