6 Hal Menarik soal Sejarah Berdirinya Universitas Airlangga Surabaya

Berdasarkan data Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi pada 2019, Universitas Airlangga termasuk 100 universitas di Indonesia, dan berasa di posisi tujuh.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Jan 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2020, 08:00 WIB
Kampus Unair
Kantor Pusat Manajemen Universitas Airlangga di Kampus C Unair, Jalan Ir Soekarno, Mulyorejo, Surabaya, Jatim. (www.unair.ac.id)

Liputan6.com, Jakarta - Universitas Airlangga, di Surabaya, Jawa Timur, salah satu universitas terbaik di Indonesia. Universitas ini juga mencatat sejarah panjang dari lahirnya perguruan tinggi di Indonesia.

Sesuai pemilihan nama yang berasal dari Raja Airlangga yang berhasil menyusun peradaban, ketentraman dan mengembangkan kebudayaan, Universitas Airlangga pun menjelma menjadi salah satu universitas yang patut diperhitungkan.

Berdasarkan data Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi pada 2019, Universitas Airlangga Surabaya termasuk 100 universitas terbaik di Indonesia, dan berada di posisi tujuh. Selain itu, berdasarkan QS Top Universities, Unair masuk berada di peringkat 651-700 untuk world class university. Peringkat Universitas Airlangga berada di posisi 650 dari sebelumnya 750 berdasarkan QS World University Ranking.

Universitas yang berdiri sejak 1954 ini pun semakin berkembang. Pada 2019, Unair meresmikan lima program studi baru di bidang sains dan teknologi. Lima program studi baru ini di bawah Fakultas Sains dan Teknologi antara lain Teknik Industri, Teknik Elektro, Rekayasa Nano Teknologi, Teknik Robotika, Kecerdasan Buatan dan Teknologi Data Sains.

 Menurut Sejarawan Universitas Airlangga, Purnawan Basundoro, berdirinya Universitas Airlangga tidak dapat dipisahkan dengan sejarah panjang perguruan tinggi di Indonesia yang dimulai sejak zaman penjajahan Belanda.

“Pendirian perguruan tinggi di Indonesia pada waktu itu merupakan salah satu jawaban atas kebutuhan tenaga terdidik yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah kolonial,” tulis dia yang dikutip Senin (13/1/2020).

Ia menuturkan, cikal bakal perguruan tinggi di Indonesia adalah Sekolah Dokter Jawa atau Dokter Djawa School yang didirikan di Batavia pada 1851. Lulusan sekolah ini tidak lebih dari medisch vaccinateur atau tukang vaksin. Di Indonesia, disebut juru cacar.

Mereka diperbantukan kepada para perwira kesehatan di rumah sakit militer di Batavia. Para perwira itu melayani kesehatan para tentara. Pada periode tersebut, Sekolah Dokter Jawa belum menjadi perguruan tinggi yang sebenarnya.

Lembaga ini direorganisasi menjadi lembaga pendidikan dokter yang sebenarnya pada 1902. Kemudian diberi nama School Tot Opleiding Van Indische Artsen atau lebih dikenal dengan Stovia yang berkedudukan di Batavia.

Lulusan dari lembaga pendidikan ini diberi gelar Inlandsche Arts (Dokter Bumiputera) yang tidak hanya diperbantukan kepada rumah sakit militer tetapi diterjunkan ke masyarakat. Ini untuk menanggulangi berbagai wabah penyakit yang saat itu banyak menyerang masyarakat.

Purnawan menyoroti alasan cikal bakal perguruan tinggi di Indonesia adalah lembaga pendidikan kedokteran. Ia menilai, hal itu terkait erat dengan persepsi orang barat yang tinggal di Indonesia pada waktu itu yang memandang alam Indonesia dan perilaku keseharian masyarakat merupakan sumber penyakit.

“Indonesia yang berada di wilayah tropis merupakan lahan subur untuk berkembang biak penyakit. Di samping itu, perilaku sehari-hari masyarakat juga amat tidak sehat,” tulis dia.

Kondisi tersebut semacam menakutkan bagi penduduk Eropa yang tinggal di Indonesia. Berbagai usaha dilakukan agar tidak tertular berbagai penyakit tropis. Oleh karena itu didirikan perguruan kedokteran sehingga lulusannya diharapkan dapat berperan aktif dalam mencegah timbulnya berbagai penyakit.

“Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pendirian lembaga pendidikan kedokteran pada awalnya adalah semata-mata untuk kepentingan masyarakat Eropa,” ujar dia.

Ketika kebutuhan tenaga medis semakin tinggi, pemerintah kolonial Belanda bermaksud untuk memperluas pendidikan dokter tidak hanya di Batavia tetapi juga Surabaya, Jawa Timur.

Meski demikian, upaya pengembangan itu sempat ditentang oleh dokter-dokter Eropa lulusan Belanda. Ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Dengan mengetahui sejarah berdirinya Universitas Airlangga membuat kita menjadi lebih mengenal universitas di Jawa Timur ini.

Ingin tahu bagaimana sejarah berdirinya Universitas Airlangga? Berikut 6 hal menarik yang perlu diketahui soal sejarah lahirnya Universitas Airlangga Surabaya, ditulis Senin (13/1/2020):

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Bermula dari Sekolah NIAS

(Foto: Dok Kemdikbud)
Gedung NIAS Universitas Airlangga (Foto: Dok Kemdikbud)

1.Bermula dari Pendirian Sekolah Tinggi Kedokteran atau disebut NIAS

Pemerintah Kolonial Belanda memutuskan mendirikan sekolah tinggi kedokteran di Surabaya yang diberi nama Nederlandsch-Indische Artsen School (NIAS) pada 1913. Pendirian sekolah ini tetap dilakukan meski dapat kritikan tajam dari perkumpulan dokter Eropa.

Awal berdirinya lembaga pendidikan dokter tersebut dipimpin Dr.A.E Sitsen yang berasal dari STOVIA Batavia.

“Berdirinya Universitas Airlangga pada 1954 di satu sisi juga merupakan kelanjutan dari lembaga pendidikan kedokteran zaman kolonial (NIAS), tetapi di sisi lain merupakan bagian dari gerakan proses Indonesianisasi lembaga pendidikan tinggi di Indonesia,” ujar Purnawan.

Pada 1942, ketika tentara Jepang menduduki Indonesia, NIAS ditutup oleh pemerintah pendudukan Jepang. Lembaga pendidikan kedokteran baru dibuka kembali pada 1943 dengan nama Ika Daigaku yang berkedudukan di Jakarta.

Mahasiswa dari lembaga pendidikan ini merupakan gabungan mahasiswa dari lembaga pendidikan kedokteran yang semula bernama Geneskundige Hoge School yang berkedudukan di Jakarta dan mahasiswa NIAS yang berkedudukan di Surabaya.

Periode Awal

2.Periode Awal

Purnawan menuturkan, Surabaya pada awal tahun 1950-an belum memiliki universitas. Di Surabaya hanya terdapat perguruan tinggi dengan status fakultas yaitu Fakultas Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi (belum berstatus fakultas). Ini merupakan cabang dari Universitas Indonesia di Jakarta.

Sebagai kota besar yang dinamis di negara baru saja merdeka, kebutuhan akan sarjana yang bermutu sangat tinggi. Diharapkan mereka dapat mengisi berbagai jabatan di kantor pemerintah dan kantor swasta yang terdapat di Surabaya.

Mengingat masih langkanya sarjana lulusan perguruan tinggi di Kota Pahlawan, pada pertengahan 1951, dua tokoh masyarkaat Surabaya pada pertengahan 1951 yaitu Boedisoesetya dan I. Gondowardoko membuka fakultas hukum untuk para pegawai berijazah sekolah menengah yang masih ingin melanjutkan pendidikannya.

Kemudian didirikan Yayasan Perguruan Tinggi Surabaya oleh Wali Kota Meostadjab, Doel Arnowo, Roeslan Wongsokusumo, dan Sjarief Hidayat yang menaungi fakultas hukum tersebut. Dengan demikian, statusnya menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Hukum Surabaya.

Dewan Kurator dari perguruan tinggi ini adalah Gubernur Jawa Timur Samadikoen, Kol. Bambang Sugeng, Dr. Moh. Sjaaf, Hiseh Kuo Chen, Boedisoesetya, Gondowardojo, Soeripto, dan Kho Siok Hie diangkat jadi dosen. Satu tahun kemudian ditambahkan tenaga dosen Abdurrachman, Oek Pek Hong dan Hakim.

Memasuki tahun kedua kesulitan mulai timbul karena legalitas ijazah dan penyelenggaraan ujian. Sebagai mana umumnya sekolah partikelir ketika itu tidak mendapat pengakuan dari pemerintah.

Surabaya Jadi Prioritas Pendirian Universitas Baru

3. Surabaya Jadi Prioritas Pendirian Universitas Baru

Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Selain itu, kondisi Bangsa Indonesia berangsur-angsur pulih sehingga pemerintah berinisiatif untuk mendirikan perguruan tinggi baru di beberapa kota. Salah satunya Surabaya.

Surabaya menjadi prioritas utama untuk pendirian universitas baru. Menurut Menteri Pendidikan Muhammad Yamin, Surabaya sudah terdapat beberapa fasilitas pendukung yang memadai. Selain itu, sudah ada beberapa laboratorium dan pernah menjadi pusat penyelidikan industri gula dan perkebunan.

Di Surabaya juga terdapat infrastruktur pendukung pendidikan yang merupakan warisan Belanda yaitu gedung NIAS dan perlengkapannya.

Yamin menuturkan, Surabaya juga merupakan pusat pengembangan bagi wilayah Indonesia Timur. Menurut dia, pendirian sebuah universitas di Surabaya merupakan tindakan yang bertanggung jawab dan akan memenuhi cita-cita yang terkandung dalam masyarakat Jawa Timur dan bangsa Indonesia.

Berdiri pada 10 Nopember 1954

4. Berdiri pada 10 November 1954

Pemerintah Indonesia pun memutuskan mendirikan sebuah universitas baru yang diberi nama Universitas Airlangga dan berkedudukan di Surabaya.

Pada Rabu, 10 November 1954, Presiden Sukarno meresmikan berdirinya Universitas Airlangga. Peresmian diawali dengan pidato Muhammad Yamin selaku Menteri Pendidirikan, Pengajaran dan Kebudayaan atas nama Kabinet Ali Satroamijoyo-Zainul Arifin.

Selain itu, tanggal 10 November memiliki arti sangat besar bagi bangsa Indonesia terutama masyarakat Surabaya yang memperingatkan kita kepada pengorbanan pemuda dan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Adapun pendirian Universitas Airlangga juga bukan Undang-Undang tetapi hanya Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1954 yang berlaku pada 10 November 1954. Dalam peraturan pemerintah itu disebutkan kalau Universitas Airlanga terdiri dari Fakultas Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi di Surabaya, Fakultas Hukum Sosial dan Politik di Surabaya, Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Malang dan Fakultas Ekonomi di Surabaya.

Pada 10 November 1954, ketika universitas diresmikan sebenarnya fakultas ekonomi secara riil belum ada walaupun sudah disebut-sebut dalam peraturan pemerintah.

Universitas Pertama Setelah Bubarnya RIS

5. Universitas pertama yang Berdiri Setelah Bubarnya RIS

Purnawan mengatakan, Universitas Airlangga adalah universitas pertama yang didirikan oleh pemerintah Indonesia setelah bubarnya Republik Indonesia Serikat (RIS). Selain itu, berdirinya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Secara teknis, pendirian Universitas Airlangga dengan menggabungkan cabang-cabang dari dua universitas berbeda yang ada di Surabaya yaitu Fakultas Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi cabang dari Universiteit van Indonesia yang didirikan oleh negara federal. Selain itu, fakultas hukum yang merupakan cabang dari Universitas Gadjah Mada yang merupakan universitas republik.

Purnawan menuturkan, pendirian Universitas Airlangga merpakan penyatuan dari dua universitas yang berbeda dan secara politis pernah berseberangan. “Oleh karena itu, Universitas Airlangga adalah Universitas Persatuan,” ujar dia.

Alasan Pemberian Nama Airlangga

6. Alasan pemberian nama Airlangga

Disematkan nama Airlangga untuk menghormati raja yang hidup pada abad ke-11. Airlangga mampu menyatukan nusantara melalui tindakan perdamaian.

Setelah wafat, Raja Airlangga diabadikan dalam patung yang mencerminkan Batara Wisnu yang sedang mengendarai Garuda yang membawa guci berisi Amrta yakni air kehidupan abadi. Simbol ini mencerminkan sikap dan tindakan Prabu Airlangga yang senantiasa memelihara kehidupan manusia.

Penggunaan nama Airlangga sebagai nama universitas ini agar Universitas Airlangga terus menjadi sumber ilmu yang kekal dan seluruh sivitas akademika tetap mengembangkan peradaban manusia.

Dalam pidatonya, Muhammad Yamin menekankan kalau nama Airlangga dipilih sebagai nama universitas bukan karena menolak nama terkemuka dalam sejarah bangsa Indonesia pada abad ke-20 atau sebelumnya.

Ia memandang, Airlangga tokoh besar yang eksistensinya tumbuh di Jawa Timur yang didukung dengan menyusun peradaban, ketentraman dan mengembangkan kebudayaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya