Dosen FKM Unair: Penerapan New Normal Perlu Ada Sanksi

Dosen FKM Unair, Djazuly Chalidyanto menuturkan, konsep new normal ini muncul ketika berdasarkan kajian WHO, COVID-19 belum akan berhenti, sedangkan sisi lain aktivitas ekonomi tak bisa dibiarkan.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Mei 2020, 13:44 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2020, 13:44 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Kamera CCTV yang dipasang di sejumlah persimpangan jalan di Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Djazuly Chalidyanto menuturkan, rencana penerapan new normal untuk menghadapi Corona COVID-19 dapat diterapkan meski berat.

Djazuly menuturkan, konsep new normal ini muncul ketika berdasarkan kajian WHO, COVID-19  sudah menjadi pandemi seiring telah terjadi hampir di seluruh dunia. Kemudian dilanjutkan kajian dan analisis, kalau COVID-19 ini belum akan berhenti. Oleh karena itu, penelitian terhadap vaksin dan obat dipercepat.

"Konsep new normal ini muncul seiring (WHO-red) menyebutkan COVID-19 belum akan selesai seperti malaria, akan selalu ada. Cuma memang kasus akan berkurang seiring ada vaksin dan obat. Namun butuh waktu untuk vaksin dan obat, paling cepat akhir 2020, dan bisa diproduksi massal 2021,” ujar dia, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/5/2020).

Melihat kondisi itu, Djazuly mengatakan, aktivitas ekonomi dan sosial tak bisa dibiarkan. “WHO introduces new normal. Kalau kita sebut berdamai bukan artinya menyerah tetapi hidup berdampingan dengan COVID-19,” ia menambahkan.

Untuk menerapkan new normal ini, ia menuturkan, WHO mengeluarkan enam prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu negara. Enam hal itu antara lain kasus COVID-19 terkontrol, kapasitas kesehatan masyarakat dan sistem kesehatan termasuk rumah sakit untuk identifikasi, isolasi, test, kontak pelacakan dan karantina.

Saksikan Video di Bawah Ini

Perlu Ada Sanksi

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ilustrasi jalan di Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Selain itu, risiko dapat diminimalkan di tempat yang berisiko tinggi dan rentan, seperti tempat untuk lansia, fasilitas kesehatan dan masyarakat yang berada di tempat padat dan berkerumun. Kemudian tempat kerja juga berupaya untuk mencegah COVID-19 dengan menerapkan jaga jarak, fasilitas cuci tangan, dan lainnya. Selanjutnya, risiko penting juga dapat diatur dan ada komunitas yang bersuara mengenai transmisi COVID-19.

“Kalau kita melihat ini syarat berkaitan dengan perlakuan masyarakat sehingga evidence bisa dikontrol. Sedangkan public health oleh pemerintah. Jadi PR berat, kalau ditanya kesiapan (new normal-red) yah harus siap,” tutur dia.

Meski demikian, Djazuly menuturkan, dalam pelaksanaan new normal itu juga perlu ada regulasi dengan menerapkan sanksi. Hal ini agar berjalan efektif. "New normal perlu ada regulasi dalam bentuk sanksi. Misalkan kalau ada positif di suatu pasar, maka pasar itu tutup selama 14 hari,” kata dia.

Ia menuturkan, kalau dilihat secara kasus, saat ini belum terkontrol COVID-19.  Sebelumnya, berdasarkan data jatimpemprov, pasien positif Corona COVID-19 masih menunjukkan penambahan hingga 24 Mei 2020 di Jawa Timur (Jatim). Tercatat ada tambahan 74 kasus baru Corona COVID-19 sehingga total menjadi 3.642 orang hingga Minggu, 24 Mei 2020.

Mengutip instagram @jatimpemprov, Minggu, 24 Mei 2020,  total pasien positif Corona COVID-19 mencapai 3.642 orang dengan rincian ada tambahan pasien sembuh sebanyak 24 orang menjadi 489 orang. Kemudian jumlah pasien meninggal bertambah sembilan orang menjadi 294 orang.

Sementara itu, pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Corona COVID-19 mencapai 5.682 orang. Rincian antara lain dalam pengawasan 2.628 dan selesai pengawasan sebanyak 2.508. Sedangkan orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 23.635 dengan rincian dipantau sebanyak 4.079,dan selesai dipantau ada 19.463 orang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya