Gugus Tugas Jatim Sarankan Surabaya dan Malang Raya Tak Buru-Buru Masuk New Normal

Pemerintah daerah di Surabaya dan Malang Raya diminta harus mempertimbangkan syarat yang diberikan WHO dan tim gugus tugas pusat.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 12 Jun 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2020, 08:59 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ketua Gugus Kuratif Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi menyarankan kepada Surabaya dan Malang Raya untuk tidak terburu-buru masuk era tatanan hidup baru atau the new normal

Menurut Joni, pemerintah daerah di wilayah tersebut harus benar-benar mempertimbangkan syarat yang diberikan World Health Organitation (WHO) dan tim gugus tugas pusat, sebelum melangkah ke tananan hidup baru atau the new normal

"Jadi kalau kondisinya tidak sampai tercapai pada kondisi new normal era, sebaiknya diperpanjang," ujar dia dalam konferensi pers live streaming di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis malam, 11 Juni 2020.

Dirut RSUD Dr Soetomo itu mengakui, untuk mencapai syarat yang diberikan WHO dan tim gugus tugas pusat tidaklah mudah. Baik bupati maupun wali kota harus bekerja keras. Jika tidak, perpanjangan masa transisi bisa tanpa batas. 

"Jadi pada kondisi ini bupati atau wali kota harus bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai kondisi epidemologi dan sosial yang diisyaratkan WHO dan gugus tugas pusat," ucap Joni. 

Tim gugus tugas pusat memang memberikan 15 syarat sebelum daerah itu memasuki era tatanan hidup normal baru atau new normal. Di antaranya, penurunan laju penambahan pasien positif selama dua minggu terakhir.

Penurunan angka orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dengan pemantauan (PDP), dan penurunan jumlah meninggal dari kasus positif, ODP, serta PDP selama dua Minggu terakhir. Kemudian penurunan jumlah kasus positif, orang tanpa gejala (OTG), ODP dan PDP yang dirawat. 

"Lalu kenaikan jumlah sembuh kasus positif. Kenaikan jumlah selesai pemantauan dan pengawasan. Penurunan laju pasien positif kasus positif per seratus ribu penduduk. Penurunan angka kematian per seratus ribu penduduk," ujar Joni. 

Terpenting, kata Joni, rate of transmission atau tingkat penularannya bisa ditekan hingga di bawah satu. Lalu jumlah tempat tidur di rumah sakit rujukan mampu menampung lebih dari 50 persen pasien positif. "Selanjutnya adalah angka pemeriksaan spesimen terus meningkat dalam seminggu terakhir," ujar Joni. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ketua Gugus Kuratif Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Menurut Joni, tes masif ini tidak cukup hanya sekadar diuji sampel. Harus dibarengi dengan rata-rata yang positif di bawah 5 persen dari total sampel. "Dilaporkan ada (Kabupaten/kota) yang hasil rapid kemudian positif Covid-19 10 sampai 23 persen," ucapnya. 

Sementara syarat yang diberikan WHO lebih sedikit, yakni enam poin. Isinya, seperti bukti penyebarannya yang sudah dinyatakan terkontrol. Tingkat penularannya harus di bawah satu. 

"Kemudian tesnya harus 3,5 per seribu penduduk, perlindungan terhadap populasi beresiko khusunya orang tua dan individu dengan penyakit komorbit," ujar Joni. 

Selain itu, juga penggunaan masker, cuci tangan dan jaga jarak mutlak harus dilakukan seluruh masyarakat. Terakhir melibatkan komunitas untuk tetap memastikan protokol kesehatan dijalankan dengan ketat, serta survei kondisi masyarakat secara periodik oleh lembaga independen. 

"Jadi kalau surveinya dari yang dipesen ya repot. Ini harus yang independen, tidak ada kepentingan," ucap Joni. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya