Tingginya Angka Kematian karena Corona COVID-19 di Jawa Timur

Berikut sejumlah penyebab tingginya kematian karena Corona COVID-19 di Jawa Timur.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Sep 2020, 13:59 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2020, 06:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ilustrasi pemakaman jenazah pasien Corona COVID-19 (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah kematian karena Corona COVID-19 di Jawa Timur masih bertambah. Pada 14 September 2020, kematian karena Corona COVID-19 di Jawa Timur bertambah 37 orang.

Mengutip laporan media harian COVID-19, 14 September 2020 pukul 12.00 WIB, total kematian karena Corona COVID-19 di Jawa Timur mencapai 2.800 orang. Angka kematian karena Corona COVID-19 tersebut tertinggi di Indonesia. Disusul DKI Jakarta sebanyak 1.418 orang dan Jawa Tengah sebanyak 1.153 orang.

Mengutip infocovid19.jatimprov.go.id, case fataility rate atau angka kematian dibandingkan kasus positif COVID-19 di Jawa Timur mencapai 7,25 persen per 14 September 2020.

Di Jawa Timur, angka kematian karena Corona COVID-19 mencapai 994 orang di Surabaya, Kabupaten Sidoarjo sebanyak 394 orang, dan Kabupaten Gresik sebanyak 183 orang.

Anggota Tim Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jawa Timur, dr Makhyan Jibril Al Farabi menuturkan, pihaknya sudah menganalisis penyebab kematian karena COVID-19 di Jawa Timur.

Ada beberapa faktor penyebab kematian karena COVID-19 tersebut. Salah satu ada penyakit penyerta atau komorbid. 91,9 persen yang meninggal dengan komorbid atau penyakit penyerta utamanya diabetes, diikuti hipertensi dan jatung. Sedangkan yang murni hanya karena gagal nafas akibat COVID-19 sekitar 8,1 persen.

Jibril menuturkan, pasien dengan komorbid berisiko tinggi apabila terinfeksi COVID-19 karena bisa terjadi badai sitokin yang memberatkan. Sitokin merupakan protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi dan penting. Pelepasan sitokin dapat pengaruhi sel di sekitarnya. Jika jumlah sitokin yang dikeluarkan di paru sudah banyak sehingga disebut badai sitokin.

"Risiko meninggal bisa menjadi 3,7 kali lipat bila ada sakit ginjal, 3,4 kali lipat bila ada diabetes, dan 3,1 kali lipat bila ada penyakit jantung," tutur dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, ditulis Selasa (15/9/2020).

Selain penyakit penyerta, menurut Jibril, di lapangan juga ditemukan beberapa kasus meninggal di UGD karena terlambat dibawa ke rumah sakit (RS). Hal itu bisa karena stigma dan ketakutan. Ia menuturkan, masalah stigma kepada COVID-19 juga menjadi masalah karena orang takut ke rumah sakit.

"Ada fenomena demikian, mungkit takut kalau ke rumah sakit, padahal bed juga masih tersedia, dan bed occupancy rate (BOR) sudah tidak overload lagi seperti Juli dahulu,” tutur dia.

Jibril mengatakan, data tempat tidur isolasi rumah sakit di Jawa Timur bahkan tertinggi nasional. Jumlah mencapai 6.611 tempat tidur dengan 860 ICU dan BOR 49 persen.

"Sudah di bawah WHO (standar 60 persen-red), artinya bukan masalah rumah sakit penuh,” kata dia.

Padahal menurut dia, penanganan Corona COVID-19 lebih cepat risikonya lebih rendah. Hal ini ditunjukkan dari penanganan COVID-19 di RS Lapangan Indrapura yang kematiannya nol persen.

"Harapannya kalau muncul gejala khas seperti anosmia tidak bisa mencium bau, atau kontak erat dengan pasien positif segera diperiksakan,” tutur dia.

Hal senada dikatakan Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Windhu Purnomo. Windhu menilai, tingginya kematian karena COVID-19 di Jawa Timur karena pasien terlambat masuk ke rumah sakit. Selain itu, menurut Windhu, ada pasien tanpa gejala juga berdampak terhadap kematian karena COVID-19.

"Ada orang tanpa gejala tiba-tiba drop, dan masuk rumah sakit kondisinya sudah kritis,” ujar dia.

Windhu menambahkan, virus Sars-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19 merupakan virus baru sehingga karakteristiknya juga perlu terus untuk diamati atau diteliti.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pedoman WHO

Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Jibril menuturkan, belum semua pencatatan meninggal karena COVID-19 sesuai dengan pedoman World Health Organization (WHO). Ia mengatakan, pedoman WHO membedakan yang meninggal akibat COVID-19 dan meninggal karena sebab lain, tetapi hasil tes PCR COVID-19 positif.

"Perlu kesamaan definisi dari level rumah sakit hingga nasional. Ternyata definisi meninggal karena COVID-19 atau meninggal tapi dengan swab positif, ternyata dibedakan dalam pedoman WHO,” kata dia.

Jibril mencontohkan, jika seseorang kecelakaan tetapi hasil tes PCR COVID-19 nya positif. “Ternyata cause of death nya bukan COVID-19,” ujar dia.

Meski demikian, seseorang tersebut bisa masuk pasien tanpa gejala. Jibril mengatakan, di Jawa Timur, pasien positif COVID-19 tanpa gejala dominan. “Bergejala 13.991 dan tanpa gejala 24.440,” kata dia.

Jibril menuturkan, pasien COVID-19 tanpa gejala ini perlu diwaspadai karena berisiko menularkan. Dikhawatirkan pasien tanpa gejala menularkan kepada seseorang yang memiliki komorbid sehingga gejala menjadi berat.

"Namun, penelitian yang membuktikan seberapa kuat infeksi antara bergejala dan tanpa gejala masih diteliti,” kata dia.

Upaya Menekan Kematian karena COVID-19

Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19.
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19. Kredit: Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Untuk menekan kematian karena COVID-19 tersebut, Jibril mengatakan, ada sejumlah langkah dilakukan. Hal itu dengan menerapkan kerja dari rumah atau work from home bagi pegawai yang memiliki komorbid. Hal ini berlaku di lingkungan aparatur sipil negara (ASN), Polda dan Kodam. "Dan harus waspada benar-benar karena risiko mereka tinggi," ujar dia.

Selain itu, pihaknya juga mengantisipasi lonjakan pasien COVID-19. Hal ini dengan menerapkan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM).

"Kami terapkan pada kluster besar seperti Banyuwangi kemarin 14 hari keluar masuk akses ditutup makanan dan logistik dipenuhi, kita tes swab semua yang berisiko, dilakukan bersama Kemenkes, Polres dan Kodam,” tutur dia.

Warga Diimbau Patuh Protokol Kesehatan

Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19. Kredit: Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Kemudian Pemprov Jawa Timur juga menerapkan penegakan protokol kesehatan sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Salah satunya dengan menerapkan denda bagi pelanggar protokol kesehatan perorangan, yakni Rp250 ribu.

"Penegakan perda dan pergub tentang protokol kesehatan, dengan denda perorangan Rp 250 ribu apabila tidak patuh, dan hari ini (Senin, 14 September 2020) sudah dilaksanakan contoh di Sidoarjo dengan sidang di tempat,” kata dia.

Jibril juga mengingatkan warga Jawa Timur kalau pandemi COVID-19 belum berakhir. Saat ini kunci mencegah penyebaran COVID-19 dengan mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan terapkan pola hidup bersih dan sehat.

"Pandemi ini belum berakhir, bahkan WHO saja belum bisa memprediksi kapan wabah selesai. Kuncinya saat ini pakai masker, patuhi protokol kesehatan. Masker juga harganya sangat murah untuk memberikan perlindungan bagi kita dan orang di sekitar kita,” ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya