Sejumlah Ketua RT, RW hingga LPMK di Surabaya Tolak Aturan Pemakaman COVID-19, Kenapa?

Adapun yang menolak Perwali 28/2020 ini adalah para pengurus LPMK, Ketua RW 01, RW 02, RW 03 serta 16 ketua RT di Surabaya, Jawa Timur.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Okt 2020, 16:42 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2020, 16:35 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ilustrasi pemakaman jenazah pasien Corona COVID-19 (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah ketua RT, RW, dan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) di Kelurahan Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya menilai aturan kewajiban pemakaman pasien COVID-19 di TPU Babat Jerawat atau TPU Keputih yang ada di  peraturan wali kota menyusahkan.

Aturan itu ada pada Peraturan Wali Kota Nomor 28 Tahun 2020 Tentang Pedoman Tatanan Normal Baru Pada Masa Pandemi COVID-19. Oleh karena itu, mereka nolak aturan kewajiban pemakaman tersebut.

"Aturan itu sangat menyusahkan para pengurus LPMK, RW dan RT, khususnya soal aturan pemakaman," ujar Ketua LPMK Kelurahan Jeruk Budiono saat menggelar demo di Kantor Kelurahan Jeruk, Rabu, (14/10/2020), seperti dikutip dari Antara.

Adapun yang menolak Perwali 28/2020 ini adalah para pengurus LPMK, Ketua RW 01, RW 02, RW 03 serta 16 ketua RT di Surabaya, Jawa Timur.

Mereka beramai-ramai menolak Perwali 28/2020 yang salah satunya mengatur tentang pemakaman, setiap korban meninggal dengan status suspek, probable, dan positif COVID-19 harus dimakamkan di TPU Babat Jerawat atau TPU Keputih.

Selain menggelar demo para pengurus LPMK, RW dan RT ini juga menyatakan mundur. Secara simbolis itu dilakukan dengan menyerahkan stempel yang diberi dari kelurahan.

Setelah menggelar demo para pengurus LPMK, RW dan RT ini kemudian diminta masuk ke ruang pertemuan kantor kelurahan. Di dalam sudah hadir Camat Lakarsantri, Harun Ismail serta anggota Komisi D DPRD Surabaya Hari Santoso untuk mediasi.

Menurut Budiono, setiap ada warga yang meninggal karena COVID-19, para pengurus LPMK, RT dan RW selalu kewalahan karena dimintai tolong oleh warga dengan waktu tidak menentu mulai tengah malam sampai subuh. Para warga ini, lanjut dia, meminta tolong agar jenazah bisa dipulangkan dan dimakamkan tidak jauh dari rumah.

"Jadi bukan di TPU Babat Jerawat atau Keputih karena kejauhan," ujar dia.

Tidak jarang juga, kata dia, para pengurus ini harus meninggalkan kerja karena ada warga yang meminta tolong di siang hari. "Karena kami tanggung jawab sebagai pengurus kami tinggalkan pekerjaan," tutur dia.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Hal yang Dihadapi Pengurus RT, RW

Budiono ingin meski warga yang meninggal karena COVID-19 tetap bisa dimakamkan di tempat masing-masing. Sebab, kata dia, jenazah sudah dilakukan SOP protokol COVID-19 dengan diberi kantung jenazah serta peti sehingga dianggap tidak akan sampai menular.

Permasalahan warga yang tidak bisa dijemput oleh keluarga ini, lanjut Budiono, sudah berkali-kali terjadi. Terutama jika ada warga yang meninggal di rumah sakit sehingga sangat meresahkan warga.

Sementara itu, Ketua RW 01 Syafaat Yudha menambahkan, keluhan ini terjadi bukan hanya di pengurus RW Kelurahan Jeruk, tapi juga para pengurus RT serta RW di kelurahan lain di Kecamatan Lakarsantri.

"Karena informasi yang beredar saat ini sudah sedemikian vulgarnya. Ada yang menyebutkan jika jenazah korban COVID-19 tidak berbahaya, sebab virusnya sudah mati bersamaan saat itu dengan meninggalnya korban," katanya.

 

Diminta Permohonan Aspirasi dengan Bersurat

Sementara itu, Camat Lakarsantri Harun Ismail yang hadir dalam acara mediasi menyampaikan jika aturan itu dibuat oleh dinas terkait dari Pemkot Surabaya.

"Aturan ini tak hanya berlaku di Kelurahan Jeruk, dan Kecamatan Lakarsantri. Tapi seluruh Kota Surabaya. Karena COVID-19 tak hanya terjadi di sini. Tapi seluruh dunia," ujar dia.

Harun pun tak bisa memberikan solusi terhadap tuntutan warga. Ia meminta warga agar melakukan permohonan aspirasi secara resmi dengan bersurat.  "Bisa ke kantor DPRD Surabaya," ujar dia.

Mendapat jawaban tersebut, para warga pun merasa tidak puas sehingga stempel dari kelurahan sepakat untuk ditinggal dan diserahkan kembali. Puluhan warga ini kemudian memutuskan untuk pulang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya