Liputan6.com, Jakarta - Jurnalis Wahyoe Boediwardhana menuturkan, perlu strategi khusus mengikis kabar tidak benar atau hoaks untuk menjalankan program imunisasi MR di Jawa Timur.
Jurnalis yang terlibat dalam program imunisasi meases dan rubella (MR) atau penyakit campak dan rubella di Jawa Timur pada 2017 ini mengatakan, pihaknya lebih memilih menyampaikan pesan-pesan positif mengenai program imunisasi MR dan vaksin MR sehingga masyarakat tercerahkan.
Selain itu, Jawa Timur memiliki karakter masyarakat yang beragam. Jawa Timur juga termasuk daerah yang memiliki sekolah lembaga pendidikan keagaman yang cukup banyak.
Advertisement
Baca Juga
Ada juga masyarakat perkotaan, masyarakat komunal dan ada juga yang jauh dari akses komunikasi. Oleh karena itu, menurut Wahyoe perlu memilah strategi komunikasi. Ia mengungkapkan, masih ada masyarakat di perkotaan atau urban, seperti Kota Surabaya yang masih terpapar hoaks.
"Mereka masyarakat di perkotaan yang di urban, seperti di Surabaya, yang terpapar hoaks ini tidak hanya mereka yang kurang dari sisi edukasinya. Tetapi mereka yang well educated pun ada yang terpapar,” tutur dia, saat forum dialog siang bertemakan “Belajar dari Sukses Vaksin MR di Jawa Timur dan Peran Media dalam Vaksinasi," ditulis Rabu, (18/11/2020).
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Banjiri Informasi yang Benar dan Positif
Kemudian ia juga mengatakan cara untuk mengikis permasalahan hoaks tersebut. Dengan cara lebih stretching, yaitu memilih membanjiri masyarakat dengan informasi yang benar.
Ia dan komunitasnya memutuskan untuk memproduksi banyak informasi yang benar terkait imunisasi dan vaksin MR. Selanjutnya informasi tersebut disebarluaskan kepada masyarakat dengan bekerja sama dengan jaringan para jurnalis terpercaya di Jawa Timur.
"Bagi kami, supremasi informasi di masyarakat itu akan menjadi benteng yang kokoh agar masyarakat itu jadi tercerahkan,” ujar dia.
Dia menuturkan, tidak perlu berhadapan langsung dengan para pembuat hoaks. Hal ini mengingat banyak produsen hoaks, sehingga membutuhkan energi lebih untuk berhadapan langsung dan juga membuang waktu.
"Kami rasa jika head to head dengan mereka, kami akan mengeluarkan energi yang besar dan itu sia-sia. Itu akan membuang waktu kami,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, sebelum dirinya dan komunitas turun mengedukasi masyarakat, perlu terlebih dahulu meningkatkan kapasitas para jurnalis agar lebih mengetahui isu kesehatan anak khususnya imunisasi vaksin.
"Kami di komunitas jurnalis, tidak semuanya paham tentang imunisasi, vaksin, isu kesehatan dan lain sebagainya. Sebelum kami memutuskan untuk menyampaikan pesan positif kepada masyarakat, kawan-kawan inilah dulu yang kita pintarkanlah, kita bagi ilmu sebanyak-banyaknya,” ungkapnya.
Advertisement
Edukasi Jurnalis
Selanjutnya Wahyoe juga mengatakan, para jurnalis juga ingin mengetahui terkait isu kesehatan anak tetapi terdapat sumbatan informasi, antara wartawan dengan ahli kesehatan. Untuk mengatasi masalah tersebut, ia dan komunitas memutuskan untuk menjadi jembatan penghubungnya.
"Inilah yang kami jembatani, kawan-kawan yang saat itu, sekarang tergabung dalam komunitas, akhirnya mendapatkan informasi yang cukup, untuk men-delivery pesan,” ucapnya.
Efek yang timbul setelah komunitas menjadi perantara antara para jurnalis dengan ahli kesehatan adalah munculnya efek bubble. Yaitu ketika para jurnalis sudah tercerahkan, informasi yang disebarkan melalui karya jurnalistik pun akan berbeda framenya daripada sebelum mereka memahami isu kesehatan, imunisasi dan vaksin.
Ia dan komunitasnya juga kemudian mengajak para private dan public sector untuk bersama-sama mengedukasi para jurnalis maupun masyarakat terkait imunisasi dan vaksin MR. Menurutnya permasalahan ini merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama.
"Private dan public sector inilah yang saya pikir menjadi kunci keberhasil sebuah program di masyarakat secara masif.” ungkapnya.
(Ihsan Risniawan-FIS UNY)