Kadin Jatim Desak Pemerintah Batalkan Rencana Revisi PP 109, Begini Alasannya

Menurut data yang ambil lima tahunan itu, lanjut Adik, prevalensi rokok penduduk usia 10 sampai 18 tahun naik menjadi 9,1 persen pada 2018 dari 7,2 persen di tahun 2013.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 01 Jul 2021, 21:23 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2021, 21:23 WIB
kadin
Ilustrasi.

Liputan6.com, Surabaya - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto menyoal wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, yang datanya masih simpang siur.

"Selama ini sejumlah pihak anti-rokok selalu memakai data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 yang menyebut prevalensi merokok anak terus meningkat," ujarnya, Rabu (30/6/2021).

Menurut data yang ambil lima tahunan itu, lanjut Adik, prevalensi rokok penduduk usia 10 sampai 18 tahun naik menjadi 9,1 persen pada 2018 dari 7,2 persen di tahun 2013.

"Padahal, data BPS yang berbasis Susenas tahunan berbicara lain. Prevalensi perokok anak terus turun sejak 2018. Prevalensi rokok penduduk 10-18 tahun yang merokok tercatat 9,65 persen pada 2018 dan terus turun menjadi 3,87 persen (2019) dan 3,81 persen (2020)," ucapnya.

Untuk tahun 2020, lanjut Adik, secara rinci anak berusia 10-12 tahun yang merokok sebesar 0,13 persen; 13-15 tahun (1,64 persen); dan 16-18 tahun (10,07 persen). Penurunan juga terjadi pada prevalensi merokok secara keseluruhan.

“Ini menjadi tidak jelas, mana sebenarnya yang benar. Masing-masing memiliki data sendiri. Tetapi kalau melihat data BPS sudah sangat jelas, sejak tahun 2018 jumlah perokok anak terus menurun. Artinya, PP 109 ini sudah cukup dan tidak perlu adanya revisi,” ujarnya.

Menurut Adik, sebenarnya berbagai aturan yang ada dalam PP 109/2012 sudah sangat mengakomodir tujuan menekan angka prevalensi perokok, termasuk oleh anak.

Aturan tersebut antara lain larangan iklan rokok memuat gambar Kegiatan merokok, larangan menjual rokok kepada anak dan lain sebagainya. “Ini sudah jelas. Semua aturan mengarah untuk menekan angka prevalensi anak,” tandasnya.

Adik menegaskan, pihaknya mendesak pemerintah menghentikan dan membatalkan rencana revisi PP tersebut. "Rencana itu dinilai merugikan industri hasil tembakau (IHT) dan petani tembakau dan cengkih padahal kondisi ekonomi sedang sulit," ucapnya.

Adik mengungkapkan, asosiasi bertugas melindungi industri dan petani, termasuk di sektor pertembakauan. “Rencana revisi yang digulirkan pasti sangat merugikan mereka, maka kami meminta untuk dibatalkan saja. Tidak perlu ada revisi lagi, terlebih di saat pandemi Covid-19,” ujarnya.

Kontribusi IHT terhadap penerimaan negara dari cukai juga sangat besar, bahkan menjadi pahlawan di masa pandemi Covid-19.

"Di saat penerimaan negara dari berbagai sektor ekonomi mengalami penurunan, penerimaan dari cukai hasil tembakau justru naik," ucap Adik.

Adik menjelaskan, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara di sektor IHT tumbuh signifikan. Kontribusinya mencapai 97 persen dari total penerimaan cukai di awal 2021.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Realisasi Penerimaan Cukai Rp 49,56 triliun

Sepanjang kuartal I/2021, lanjut Adik, realisasi penerimaan cukai Rp 49,56 triliun atau 27,54 persen dari targetnya. Adapun Cukai Hasil Tembakau mencapai Rp 48,22 triliun atau 27,75 persen dari target.

“Jika revisi benar-benar dilakukan, ini bisa membunuh IHT dan petani dan pastinya penerimaan negara dari CHT akan tergerus. Ini yang harus dipahami, tidak hanya nasib IHT dan petani, ini juga soal nasib pemasukan negara kita,” ujarnya.

Adik mengaku, selama ini industri dan petani tidak pernah dilibatkan dalam penetapan aturan tersebut. Sehingga Kadin menilai, aturan itu dibuat secara sepihak dan terkesan memaksakan kehendak satu kelompok.

“Ini tidak baik karena negara kita berdasarkan demokrasi. Aturan yang dibuat harus mewakili kepentingan semua kelompok,” ucapnya.

Untuk itu, Kadin Jatim melalui Kadin Indonesia akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat. “Kita akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat agar memperhatikan nasib industri dan petani juga. Jangan kemudian penerimaan cukai rokok digenjot tetapi disisi lain justru membuat aturan yang mematikan industri rokok,” ujar Adik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya