Sepekan PTM Terbatas 15 SMP di Surabaya, Hasilnya?

Dari hasil tinjauan itu, Wali Kota Eri Cahyadi memastikan bahwa jika PTM ini berjalan lancar, otomatis kapasitas peserta didik yang masuk ke sekolah bisa ditingkatkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Sep 2021, 14:20 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2021, 14:20 WIB
FOTO: Penerapan Belajar Tatap Muka dengan Protokol Kesehatan COVID-19
Murid mencuci tangan saat belajar tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan COVID-19 di SMAN 2 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/3/2021). Sebanyak 170 sekolah di Kabupaten Bogor mulai menggelar uji coba pembelajaran secara tatap muka hingga 10 April 2021. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Surabaya Sebanyak 15 Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dan swasta di Kota Surabaya mulai menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas sejak Senin, 6 September 2021 dengan cara bertahap.

Prosesnya pun selalu dievaluasi secara berkala, karena Pemerintah Kota Surabaya sangat berhati-hati dengan PTM ini.

Pembelajaran tatap muka ini bisa digelar setelah Kota Surabaya memasuki PPKM level 2 berdasarkan asesmen situasi yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan.

Sedangkan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 35 Tahun 2021, Kota Surabaya masih menduduki level 3. Namun, antara level 2 dan 3 sudah diperbolehkan menggelar PTM, dilansir dari Antara, Kamis (9/9/2021).

"Alhamdulilah kita bisa menggelar PTM, karena para pakar, baik epidemiologi maupun dari Persakmi sudah memberikan arahan. Namun, ini bukan berarti euforia, tapi bagaimana kita menjaga mindset bahwa protokol kesehatan harus tetap dipertahankan," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.

Ia memastikan bahwa Satgas Penanganan COVID-19 bersama pakar kesehatan dan epidemiologi telah merekomendasikan 15 SMP negeri/swasta untuk mengelar PTM terbatas. Sekolah yang sudah direkomendasikan ini sudah melalui proses asesmen dan simulasi.

"Saya sampaikan hanya 25 persen PTM itu. Ini bukan berarti setelah boleh 50 persen kita euforia, tidak. Ini karena kehati-hatian saja," katanya.

Makanya, demi memastikan pelaksanaan PTM hari pertama berjalan sesuai Inmendagri dan SKB 4 Menteri, Wali Kota Eri Cahyadi bersama Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Supomo melakukan tinjauan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. 

 

Penambahan Peserta

FOTO: Penerapan Belajar Tatap Muka dengan Protokol Kesehatan COVID-19
Murid melakukan kegiatan belajar tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan COVID-19 di SMAN 2 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/3/2021). Sebanyak 170 sekolah di Kabupaten Bogor mulai menggelar uji coba pembelajaran secara tatap muka hingga 10 April 2021. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dari hasil tinjauan itu, Wali Kota Eri Cahyadi memastikan bahwa jika PTM ini berjalan lancar, otomatis kapasitas peserta didik yang masuk ke sekolah bisa ditingkatkan.

"Sehingga, awal kita buka 25 persen, setelah itu naik lagi 35 persen dan seterusnya. Nah, kalau sudah terbiasa, aman dan nyaman menerapkan prokesnya, insya-Allah itu yang bisa membuat kita semakin jauh lebih baik daripada hari ini," tuturnya.

Meski demikian, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Supomo memastikan bakal terus melakukan evaluasi secara berkala terhadap sekolah yang melaksanakan PTM maupun simulasi. Bahkan setiap harinya, lembaga pendidikan itu juga diwajibkan mengirimkan laporan kegiatan PTM berupa video.

"Kami lakukan evaluasi setiap hari pelaksanaan PTM. Tim dari Dispendik juga setiap hari turun ke sekolah. Selain itu, mereka (sekolah) wajib mengirimkan video kegiatan PTM sebagai bahan evaluasi ke depannya. Bahkan, Jumat (10/9/2021) besok, akan ada evaluasi bersama para pakar," kata Supomo.

Ia merinci 15 sekolah yang telah melaksanakan PTM terbatas, yaitu SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, SMPN 10, SMPN 12, SMPN 15, SMPN 19, SMPN 26, SMPN 28, SMPN 46, dan SMPN 62. Sedangkan untuk SMP swasta meliputi SMP YBPK 1, SMP 17 Agustus, SMP GIKI 2, dan SMP Santa Maria Surabaya.

Supomo menyebut evaluasi tidak hanya dilakukan kepada lembaga pendidikan yang sudah melaksanakan PTM, tapi juga dilakukan terhadap sekolah-sekolah yang masih melaksanakan simulasi.

"Kami evaluasi juga sekolah-sekolah yang melaksanakan simulasi, baik itu SD atau SMP. Yang simulasinya berjalan baik, akan ditingkatkan ke PTM. Jadi, setelah evaluasi Jumat besok, kemungkinan besar akan ada tambahan jumlah sekolah yang menggelar PTM dan mungkin juga ada sekolah dasar yang sudah boleh melakukan PTM," katanya.

 

Apa Kata Pakar?

Sementara itu, pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) dr. Windhu Purnomo berpendapat meski situasi Covid-19 di Surabaya turun, namun ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak lengah, kemudian euforia. Termasuk pula dalam implementasi PTM terbatas di sekolah.

"Kalau aman, ya aman, tapi harus terus (protokol kesehatan dijaga), pak wali kota bilang jangan euforia. Harus waspada dengan prokes. Kami berharap bisa langsung level 1 atau bahkan level 0," kata Windhu.

Makanya, Windhu juga meminta agar PTM di Surabaya tetap memperhatikan disiplin protokol kesehatan. Ia pun meyakini, dengan gotong-royong bersama dalam upaya memerangi virus, maka mata rantai pandemi di Surabaya bisa segera terputus.

"Kalau mau kerja sama, semua memerangi virus, ya bisalah kita semua. Melihat Pak Wali Kota begitu semangat, Insya Allah, kita bisa terkendali. Sangat membaik," ujarnya.

Pada kesempatan lain, Pembina Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur, Estiningtyas Nugraheni menjelaskan, PTM ini tuntutannya adalah beradaptasi dengan situasi yang sedang dihadapi. Artinya, pekerjaan rumah terbesar saat ini adalah bagaimana memutus mata rantai pandemi.

"Pemutusan mata rantai ini tidak ada keistimewaan di semua tempat, baik sekolah maupun aktivitas yang lain kan semua sama, harus disiplin prokes," kata Esti.

Karenanya, pihaknya juga berharap ada peran serta keterlibatan seluruh pihak dalam upaya memutus mata rantai pandemi COVID-19. Tak hanya pemerintah, tapi juga peserta didik, wali murid, pengelolah sekolah maupun masyarakat seluruhnya. Apalagi, selama 24 jam anak-anak ini tidak hanya beraktivitas di lingkungan sekolah.

"Jangan sampai peluang keluar rumah ini kemudian extended, ada hal-hal lain yang terjadi. Sehingga bukan karena PTM yang membuat anak-anak punya risiko. Artinya ini butuh peran serta masyarakat," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya