Bupati Nganjuk Nonaktif Novi Rahman Ajukan Pledoi Usai Dituntut 9 Tahun Penjara

Tis'at menyebut alat bukti yang dituduhkan kepada terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman tidak cukup, selain juga dinilai tidak sah.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Des 2021, 07:07 WIB
Diterbitkan 31 Des 2021, 07:07 WIB
Video yang menampilkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat mengaku sebagai kader PDI Perjuangan . (MaduTV)
Video yang menampilkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat mengaku sebagai kader PDI Perjuangan. (MaduTV)

Liputan6.com, Surabaya Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat terdakwa kasus dugaan jual beli jabatan yang dituntut hukuman 9 tahun penjara mengajukan pledoi atau pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Novi Rahman Hidayat sebelumnya dituntut pidana penjara 9 tahun dan denda Rp300 juta subsider delapan bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU) gabungan dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Nganjuk.

"Kami mohon majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan," kata Kuasa Hukum Tis'at Afriyandi, mewakili terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat, di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin I Ketut Suarta di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis petang (30/12/2021), dilansir dari Antara.

Tis'at menyebut alat bukti yang dituduhkan kepada terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman tidak cukup, selain juga dinilai tidak sah.

"Terdakwa ditangkap saat menghadiri buka puasa bersama. Tidak dalam posisi tertangkap tangan atau OTT menerima uang suap dari siapapun," ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. 

Alat Bukti

Sidang kasus korupsi Bupati Nganjuk Novi Rahmat Hidayat di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (18/10/2021). (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Sidang kasus korupsi Bupati Nganjuk Novi Rahmat Hidayat di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (18/10/2021). (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Tis'at mengungkapkan sejumlah alat bukti yang diperoleh penyidik dari Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat penangkapan pada tanggal 9 Mei 2021 tidak disertai dengan validitas administrasi, mulai dari tidak adanya surat penangkapan, penggeledahan, hingga penyitaan.

"Administrasi penyidikan baru dibuat setelah itu, yaitu tanggal 10 dan 11 Mei 2021. Lalu, atas dasar apa dilakukan penangkapan, kan Novi tidak OTT," katanya.

Tis'at juga menilai jumlah uang yang disita dari terdakwa Novi dalam tuntutan JPU tidak konsisten.

"Awalnya disebut Rp225 juta, lalu dalam keterangan tuntutan disebut Rp255 juta, yang benar mana?," ucapnya.

Selain itu, Tis'at menandaskan kaitannya dengan uang yang dituduhkan kepada kliennya senilai Rp600 juta dalam dugaan jual beli jabatan, sejak awal proses persidangan juga tidak pernah dirinci dengan jelas.

Untuk itu, dalam nota pembelaannya, dia juga memohon kepada Majelis Hakim agar JPU segera mengeluarkan terdakwa Novi dari tahanan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya