Tim Dosen UMM Gelar Sosialisasi Pemanfaatan Minyak Atsiri di Pujon

Nircela menyarankan kepada para petani agar melakukan pekerjaan sampingan dengan melakukan penyulingan minyak atsiri dari bahan baku ekaliptus, pucuk pinus, dan sere wangi, serta pembagian fungsi lahan menjadi ekosiwata.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Nov 2022, 19:33 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2022, 19:30 WIB
Proses penyulingan minyak atsiri dari bahan baku daun ekaliptus, sere wangi dan pucuk pinus di Kecamatan Pujon, Malang, Jawa Timur (Dok. Liputan6/Erik Erfinanto)
Proses penyulingan minyak atsiri dari bahan baku daun ekaliptus, sere wangi dan pucuk pinus di Kecamatan Pujon, Malang, Jawa Timur (Dok. Liputan6/Erik Erfinanto)

Liputan6.com, Malang - Tim Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar sosialisasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) minyak atsiri kepada masyarakat di Jurangrejo, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

“Pemanfaatan HHBK seperti minyak atsiri belum dikelola dengan optimal di Indonesia. Ini didasari oleh minimnya pemahaman masyarakat tentang hasil hutan selain kayu,” kata dosen UMM, Naresvara Nircela Pradipta di Malang, Kamis (17/11/2022).

Menurutnya perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus-menerus agar pemanfaatan HHBK di Indonesia semakin optimal sehingga dapat membantu perekonomian warga.

Kegiatan yang sudah berlangsung sejak 19 September lalu ini melibatkan Kelompok Tani Hutan (KTH) Pujon Hill. Tim dosen dari UMM memberi solusi atas keluhan para petani terkait hama dan sulitnya mendapatkan bantuan pupuk.

“Anggota kelompok tani resah akan masalah tersebut karena mereka belum memiliki penghasilan lain selain menanam sayuran dan tanaman perkebunan,” ucap Nircela.

Nircela menyarankan kepada para petani agar melakukan pekerjaan sampingan dengan melakukan penyulingan minyak atsiri dari bahan baku ekaliptus, pucuk pinus, dan sere wangi, serta pembagian fungsi lahan menjadi ekosiwata.

“Minyak atsiri merupakan salah satu sumber daya hutan nonkayu yang dihasilkan dari penyulingan bagian tumbuhan. Minyak atsiri juga dikenal sebagai minyak eter yang diturunkan dari tumbuhan atau minyak terbang,” ucapnya.

Dia menyebut, minyak atsiri bersifat volatile atau fleksibel pada suhu kamar, tidak terurai, memiliki rasa pahit, berbau harum sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, dan umumnya larut dalam pelarut organik serta tidak larut dam air.

Di wilayah kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Pujon, kata dia, memiliki bahan baku minyak suling melimpah seperti daun ekaliptus, pucuk pinus dan sere wangi, tetapi belum dikelola dengan maksimal.

Ini dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan penghasilan sampingan selain dari sekotr pertanian dan perkebunan. “Dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat agar mengetahui manfaat dari bahan baku di sekitar mereka untuk menunjang sektor perekonomian masyarakat,” katanya.

 

Metode Penyulingan

Proses pengambilan ekaliptus untuk diekstrak menjadi minyak atsiri di Kecamatan Pujon, Malang, Jawa Timur (Dok. Liputan6/Erik Erfinanto)
Proses pengambilan ekaliptus untuk diekstrak menjadi minyak atsiri di Kecamatan Pujon, Malang, Jawa Timur (Dok. Liputan6/Erik Erfinanto)

Metode penyulingan setiap bahan baku berbeda-beda. Untuk penyulingan minyak atsiri dari sere wangi, pucuk pinus dan ekaliptus harus melewati tujuh tahapan yang berkesinambungan.

“Ketiga bahan tersebut disuling secara terpisah. Tahap pertama yaitu pencacahan sere wangi menjadi 5 cm sebanyak 5 kilogram,” kata pengurus KTH Pujon, Tohar.

Tahapan kedua memasukkan sere wangi yang sudah di cacah ke saringan perebusan dengan menggunakan metode berongga pada bagian tengah guna memperlancar kenaikan uap menuju pipa kondensor.

Tahapan ketiga mengisi air bersih sampai batas tinggi saringan. Tahapan keempat menutup mesin penyulingan dan mengunci baut. Tahapan kelima menyalakan api sebagai pemanas serta mengisi air di ember berukuran besar sebagai kondensor guna mempertahankan suhu dingin dalam proses penyulingan.

Tahapan keenam menyiapkan wadah di dekat keran tempat mengalirnya hasil penyulingan, lalu menunggu proses penyulingan selama 2 jam.

“Setelah 2 jam berlalu api segera dimatikan, lalu membuka keran dan menunggu selama 20 menit agar uap di dalam mesin penyulingan keluar untuk menghindari ledakan uap,” katanya.

Hasil penyulingan di wadah dipindahkah ke 2 botol berukuran 1.500 ml dan 1 botol berukuran 600 ml. Hasil penyulingan tersebut masih perlu disuling lagi menggunakan corong pemisah. Dan tahapan yang terakhir mengekstrak minyak menggunakan corong pemisah.

Pemisahan minyak dilakukan setelah 2 hari penyulingan awal dengan memasukkan hasil penyulingan awal yang minyak dan airnya masih tercampur dengan memastikan keran bagian bawah terkunci.

 

Hasil Ekstraksi

Kemudian setelah corong pisah terisi keran bagian bawah di buka sedikit agar air mengalir, lalu corong pemisah diletakkan di atas timba guna menjadi wadah air tersebut. Untuk mengekstrak minyak atsiri memerlukan waktu kurang lebih 30 menit.

Minyak yang terekstrak akan berada di posisi bagian atas sedangkan airnya di bagian bawah mengalir keluar melewati keran. Setelah kurang lebih 30 menit keran segera dikunci agar minyak tidak ikut keluar untuk dipindahkan ke botol kaca sebagai sampel hasil akhir.

“Pada setiap 5 kilogram bahan baku menghasilkan minyak atsiri yang berbeda-beda, yaitu sebanyak 5 mililiter ekaliptus, dan 15 mililiter sere wangi, sedangkan untuk pucuk pinus tidak menghasilkan minyak saat proses pemisahan,” katanya.

Sosialisasi penyulingan minyak atsiri ini bersamaan dengan program kampus pengabdian masyarakat oleh mahasiswa (PMM) dari wira desa yang beranggota 15 mahasiswa dari UMM yang dibimbing oleh tiga dosen yaitu, Galit Gatut Prakosa, Naresvara Nircela Pradipta dan Tataq Mutaqin.

Infografis Rentetan Gempa di Cincin Api Pasifik
Infografis Rentetan Gempa di Cincin Api Pasifik. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya