Rizal Ramli: Tinggalkan Pencitraan, Kompetisi Kepemimpinan Bangsa Harus Berdasarkan Integritas

Tokoh nasional yang juga mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli (RR) menyatakan, sudah waktunya bangsa ini meninggalkan kembang - kembang pencitraan dan sifat feodal menentukan sosok pemimpin bangsa.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 06 Mar 2023, 09:47 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2023, 09:35 WIB
Ekonom senior Dr. Ir. Rizal Ramli, M.A.  (Dok Istimewa)
Ekonom senior Dr. Ir. Rizal Ramli, M.A. (Dok Istimewa)

 

Liputan6.com, Surabaya - Tokoh nasional yang juga mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli (RR) menyatakan, sudah waktunya bangsa ini meninggalkan kembang - kembang pencitraan dan sifat feodal menentukan sosok pemimpin bangsa.

"Mari kita dorong kompetisi kepemimpinan Indonesia yang berdasarkan integritas (amanah), visi dan strategi perbaikan, track record dan kapasitas problem-solving," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (6/3/2023).

Jika itu bisa dilakukan, Rizal yakin Indonesia ke depan akan makmur dan berjaya.

Rizal Ramli menyatakan, setiap zaman ada pemimpinnya, ini berlaku dalam estafet kepemimpinan nasional. Contohnya, setelah 10 tahun jadi Presiden, rakyat mulai bosan terhadap gaya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terlalu rapi, terukur dan jaim.

"Siapapun Presiden di negara manapun, setelah 10 tahun orang akan bosan, ingin mencari antitesis," ujarnya.

Rizal Ramli mengisahkan, adalah Karim Raslan, ahli strategi komunikasi Malaysia (Ibu Inggris, Bapak Malaysia) keliling Indonesia untuk mencari antitesis SBY, ketemulah walikota Solo Jokowi. Antitesis dalam posture, style, pemikiran, lingo, dan sebagainya.

Karim lah yg mempromosikan Jokowi di media-media internasional sebagai calon pengganti SBY. Seperti biasa, media - media nasional langsung menjadi “followers”.

"Mulai saat itulah Jokowi booming. Apa lagi didukung oleh mayoritas Pollsters dan Influencers," kata Rizal Ramli.

Lalu siapa antitesis Jokowi?

Yang jelas antitesis itu harus terlihat dalam bentuk substansi, posture, gestur, gaya, lingo dan sebagainya.

RR mengaku dengan sadar memang memilih untuk jadi antitesis Jokowi. Baik karena secara alamiah memang tidak suka dengan basa-basi, apa adanya, to-the-point, kritis tapi selalu solutif.

RR juga dengan sengaja memilih bahasa dan lingo yang agak urakan, memancing pertukaran pikiran. Tidak jaim karena memamg tidak suka jaim, just be myself. Tentu ada resikonya, elit feodal yang berlapis baju kesantunan akan tidak suka.

"Tapi coba cek di Jawa Timur, pantau Jawa Tengah bagian Utara, Jawa Barat, Maluku, Sulawesi, Sumatera, ternyata happy saja. Banyak yang senang dengan gaya apa adanya RR. Tapi saya memang sulit diterima di kalangan feodal Solo dan Selatan Jawa Tengah," ujar Menko Perekonomian Era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

RR mengungkapkan, Almarhum Buya Syafi'i Maarif sering sekali menasehati dirinya supaya lebih ‘Njawani’. Namun RR menjawab dengan gamblang.

“Maaf Buya ndak bisa, kalau nyoba-nyoba akan keliatan palsunya," imbuh Ekonom senior itu.

Ketemu Lee Kwan Yew

Rizal juga menceritakan, sering kali Perdana Menteri Singapora Lee Kwan Yew ke Jakarta, pasti ngajak makan malam dirinya. Terakhir kali ke Indonesia, Pak Lee undang ia makan malam di Shangrilla. Rizal pun memberanikan bertanya.

“Pak Lee kok ngomong terlalu terus terang, apa adanya, terlalu candid ? Apa tidak takut tidak populer ?”.

Jawaban Lee, “Saya harus bicara apa adanya supaya rakyat mengerti, masalah, solusi dan resikonya. Ndak populer ndak apa-apa, rakyat baru akan berterima kasih kepada saya setelah melihat hasilnya," katanya.

Infografis Relawan Tokoh Bermunculan Jelang Pilpres 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Relawan Tokoh Bermunculan Jelang Pilpres 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya