Liputan6.com, Surabaya - Kasus kekerasan anak masih mendominasi jumlah kasus kekerasan yang ada di Surabaya.
Dari 173 kasus yang terjadi pada Januari hingga Agustus 2023, 122 di antaranya adalah kekerasan pada anak. Sisanya 51 kasus kekerasan sisanya terjadi kepada orang dewasa.
Baca Juga
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya Ida Widayati merinci kasus kekerasan terhadap anak meliputi kekerasan pada anak berhadap hukum (ABH) sebanyak 27, kekerasan anak karena KDRT sebanyak 26, dan non-kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 69.
Advertisement
Adapun kekerasan terhadap orang dewasa di antaranya 39 korban KDRT dan 12 kasus non-KDRT.
“Kekerasan dalam bentuk apa pun seharusnya tidak boleh terjadi, baik di dalam keluarga ataupun lingkungan tempat tinggal atau sekolah,” tutur Ida, Senin 3 Oktober 2023.
Dia mengatakan, salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan ialah memupuk dan menjalani komunikasi antarorang lain serta keluarga.
Sebelumnya, Ida menyebutkan timbulnya kasus kekerasan terhadap anak salah satunya karena penggunaan media sosial yang tidak sehat.
"Itu yang anak-anak sekarang tidak menggunakan gadget dengan sehat. Sebetulnya memang untuk tugas-tugas sekolah iya. Tapi untuk yang lainnya, mereka menggunakannya masih salah," katanya.
Ida mencontohkan, kasus kekerasan anak bisa saja terjadi berawal dari perkenalan remaja melalui media sosial (medsos).
Pihaknya menyatakan, selama ini terus intens untuk mencegah kasus kekerasan terhadap anak. Upaya itu dilakukan dengan cara sosialisasi dinamika remaja dalam penggunaan medsos yang sehat ke sekolah hingga Pondok Pesantren.
"Itu disampaikan bagaimana menggunakan internet yang sehat, bagaimana ilmu tentang reproduksi," katanya.
Tak hanya itu, Ida menyebut, upaya pencegahan kasus terhadap anak juga dilakukannya melalui sosialisasi yang diselenggarakan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di sejumlah Balai RW Kota Surabaya.
Eri Cahyadi Minta Orangtua Lakukan Pengawasan
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengimbau para orang tua mengawasi anaknya saat di luar rumah agar kejadian kekerasan seksual terhadap anak yang baru-baru ini terjadi di Kota Pahlawan, Jatim, tidak terulang lagi.
"Anaknya main malam hari, main dengan teman pria, keluar tidak dipantau. Kembali lagi, ini adalah orang tua, jangan salahkan pendidikannya. Karena pendidikan yang paling utama seorang anak itu di dalam keluarganya," kata Eri Cahyadi, belum lama ini.
Sebab, kata dia, pengawasan terhadap anak tidak bisa hanya dilakukan oleh para guru di lingkungan sekolah.
Ia menyampaikan, sebenarnya tidak ada kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Yang ada justru ketika anak tersebut berada di luar rumah tanpa pengawasan dari orang tuanya.
Makanya, ia menyebut, dalam ajaran agama Islam ada keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah. Bagaimana orang tua memberikan kasih sayang terhadap anaknya. Bentuk kasih sayang itu seperti dicontohkan Wali Kota Eri, misalnya ketika sudah larut malam sang anak belum pulang, maka orang tua akan mencarinya.
"Jadi bukan karena pendidikannya. Sehebat apapun pendidikan di negara ini, di kota ini, sehebat apapun gurunya, kalau orang tua tidak ada ikatan kasih sayang dengan seorang anak, maka (kekerasan seksual) akan terjadi," ujarnya.
Advertisement
Layanan Puspaga
Cak Eri memastikan, bahwa Pemkot Surabaya melalui layanan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) akan terus berupaya menggencarkan pendidikan keluarga. Bagaimana pentingnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya.
"Karena Surabaya ini heterogen, masyarakatnya macam-macam. Karena itulah kekuatan keluarga yang kita utamakan," ucapnya.
Ia menambahkan, sebenarnya di sekolah sudah ada terkait dengan kurikulum pendidikan seksual. Dimana kurikulum ini ada di dalam mata pelajaran agama dan pendidikan Pancasila. Di dalam pendidikan itu, sudah diajarkan terkait dengan apa saja hal yang diperbolehkan dan dilarang.
"Tapi kembali lagi, tidak bisa hanya dikatakan pendidikan, kekuatan kita adalah kekuatan keluarga. Seorang anak 90 persen pasti menurut ke orang tua, tidak ke guru. Makanya, ayo, bareng-bareng sinergi, kolaborasi antara orang tua dan guru. Makanya pusat pendidikan keluarga itu penting," katanya.*