Doktor Baru Unika Atma Jaya Soroti Masalah Kebersihan dan Kesehatan dalam Proses Edukasi Masyarakat

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya kembali menggelar Sidang Promosi Doktor Psikologi yang ketujuh pada hari Senin (22/01) di Gedung Yustinus Lantai 14 Kampus Semanggi dengan Silva Liem sebagai Promovenda.

oleh Tim Regional diperbarui 24 Jan 2024, 17:33 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2024, 17:16 WIB
Silva Liem promosi doktor di Unika Atma Jaya. (Istimewa)
Silva Liem promosi doktor di Unika Atma Jaya. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya kembali menggelar Sidang Promosi Doktor Psikologi yang ketujuh di Gedung Yustinus Lantai 14 Kampus Semanggi dengan Silva Liem sebagai Promovenda.

Silva Liem adalah pemerhati masalah Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) yang pernah dipercaya oleh World Bank, Asian Development Bank (ADB), UNICEF, Water.org., dan USAID yang berhasil mempublikasikan karya dan berperan sebagai reviewer di Scopus indexed International.

Dia mengusung judul disertasi. “Pengaruh Sikap, Norma Subyektif, Persepsi Kendali, dan Promosi Kesehatan terhadap Intensi Implementasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dengan Intensi sebagai Mediator”.

Silva mengamati perilaku BABS pada masyarakat yang berpendapatan dan berpendidikan rendah di sebuah desa di Jawa Barat.

Penelitian yang dilakukan oleh doktor Silva bertujuan untuk menelaah apakah faktor internal seperti sikap, norma subyektif, dan persepsi kendali, maupun faktor eksternal misalnya promosi kesehatan, mampu berkontribusi terhadap niat individu untuk stop BABS maupun tindak untuk mewujudkan niatnya tersebut.

“Saya berpikir bukan hanya perilaku BABS yang perlu kita edukasikan, tapi juga termasuk alternatif lain apa yang bisa ditawarkan bagi mereka dengan kondisi finansial yang kurang mampu. Kita bisa merangkul para tokoh agama sebagai perantara dalam menyampaikan informasi mengenai sanitasi air,” ungkapnya.

Umumnya, Buang Air Besar Sembarangan (BABS) merupakan perilaku yang tidak sehat, memalukan, bahkan melanggar norma agama.

Namun untuk kelompok masyarakat yang diteliti Silva, perilaku BABS menawarkan kenyamanan, kesempatan bertemu dengan teman, juga manfaat ekonomis, termasuk menghemat pakan ikan dan biaya membangun WC.

Terlepas dari manfaat tersebut, BABS juga dikaitkan dengan kesehatan dan status gizi anak, khususnya pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Menurutnya, upaya pemerintah menurunkan angka kejadian stunting dihadapkan pada setidaknya tiga kendala. Pertama, persepsi masyarakat tentang postur pendek anak-anak yang diyakini sebagai 'bawaan darisana nya'.

Kedua, istilah stunting yang kurang familiar di telinga masyarakat. Ketiga, dampak BABS sebagai faktor risiko stunting masih terbatas pada kajian ilmiah dan belum banyak tersampaikan kepada masyarakat umum.

 

 

Berkaitan dengan Promosi Kesehatan

Tiga kendala ini berkaitan dengan promosi kesehatan. Sementara itu diperlukan juga pemahaman atas faktor yang memengaruhi warga untuk mau berhenti BABS, baik yang berasal dari dalam diri individu seperti sikap, tuntutan orang sekitar, dan keyakinan atas kemampuan diri, maupun faktor eksternal berupa informasi yang diterima tentang dampak BABS bagi kesehatan anak.

Secara praktis, penelitian tersebut merupakan sebuah masukan bagi praktisi kesehatan, khususnyadalam mengedukasi masyarakat tentang BABS sebagai faktor risiko stunting, serta dalam merancangintervensi untuk mengubah perilaku BABS menjadi BAB di WC Sehat.

“Promosi kesehatan cukup sukses menyampaikan sisi negatif BABS, sehingga sudah banyak pula yang menjadikan stop BABS sebagai goal intention/GI, sebuah tujuan yang ingin realisasikannya. Namun, mempertimbangkan marjinalitas warga, GI stop BABS perlu didukung dengan implementationintention / II atau “the how”.

 

Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia
Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya