Liputan6.com, Malang - Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) mengirim surat beserta paket bet tenis meja (pingpong) untuk Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim.
Surat dan paket bet tenis meja itu sebagai kritik terhadap kebijakan menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sekaligus simbol Kemendikbud Ristek sedang memainkan politik pingpong dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
"Impian masuk PTN menemui dilema akibat mayoritas peminat, orang tua atau wali peminat kulah tak memiliki kapasitas yang cukup secara finansial untuk membiayai dirinya sendiri akibat mahalnya biaya kuliah,"Â bunyi penggalan surat itu.
Advertisement
Presiden EM UB Malang Satria Naufal, mengatakan si kampusnya pembagian UKT sampai 12 golongan menimbulkan keresahan. Sedangkan Kemdikbud Ristek dan kampus saling menyalahkan, lempar tanggungjawab satu dengan lainnya.
"Kementerian dan kampus seperti sedang mempingpong nasib anak bangsa," kata Satria lewat keterangan tertulisnya, Jumat, 24 Mei 2024.
Salah satu pernyataan Menteri Nadiem saat hearing bersama Komisi X DPR RI adalah agar kampus cermat dan rasional menentukan UKT. Sedangkan kampus menyebut penentuan UKT sudah sesuai Peraturan Kemendikbud Ristek.
Satria mengatakan, seharusnya Kemendikbudristek dan PTN termasuk UB Malang bersama-sama memiliki kemauan dan komitmen menyelesaikan masalah ini. Bukan malah banyak berdalih terkait kebijakan UKT ini.
"Belum lagi waktu yang diberikan ke mahasiswa untuk pengajuan bantuan keuangan sangat terbatas," ujar dia.
Tuntutan EM UB Malang
EM UB Malang juga menilai Peraturan Kemensikbud Ristek tentang Standar Satuan Biaya Operasional Peeguruan Tinggi (STBPOT) multi interpretasi. Misal dalam Pasal 6 Ayat (4), Rektor PTN menetapkan UKT di atas ketentuan BKT.
"Menteria Nadiem bila tidak merespon kritik yang muncul, maka akan menimbulkan perlawanan lebih besar lagi," ujar Satria.
EM UB Malang dalam surat yang mereka kirimkan itu menuntut tiga poin. Yakni mencabut Permendikbuk Ristek, mengaudit dasar Keputusan Rektor dalam menentukan kenaikan UKT dan iuran pembangunan.Â
Serta mencabut beberapa pernyataan yang terkesan merendahkan marwah PTN, misalnya pernyataan bika kuliah itu kebutuhan tersier. "Jangan ada saling lempar tanggungjawab seperti main pingpong," ucap Satria.
Advertisement