Liputan6.com, Banyuwangi - Dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) perempuan asal Banyuwangi, KTI (44) dan SN (50), mengalami gangguan jiwa setelah pulang dari Malaysia. Keduanya pulang usai dideportasi dari negeri Jiran.
Koordinator Divisi Advokasi dan Penanganan Kasus DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Banyuwangi Arista Bayu Anggara mengatakan, keduanya dideportasi oleh Pemerintah Malaysia dalam kondisi memprihatinkan.
Advertisement
Baca Juga
"Keduanya mengalami depresi hingga gangguan kejiwaan," kata Bayu, Senin (24/6/2024).
Advertisement
Menurut Bayu, kasus ini terungkap setelah SBMI melakukan pendampingan pemulangan kepada kedua migran tersebut dan berdasarkan laporan dari keluarga.
"Tapi kami tidak mengetahui bagaimana proses keberangkatannya, sampai mereka bisa bekerja hingga dideportasi dalam keadaan memprihatinkan," ungkap Bayu.
Berdasarkan informasi yang digali SBMI, keduanya diduga berangkat ke Malaysia melalui jalur non prosedural, sehingga kemungkinan mereka menjadi korban perdagangan manusia.
"Kami menduga mereka direkrut dan dikirim ke luar negeri lewat jalur ilegal karena tidak dibawakan atau ditemukan catatan visa kerja dan hanya bawa badan ketika pulang," ujar Bayu.
Bayu mengungkapkan, seharusnya jika memang dalam kondisi sakit dan mengalami gangguan kejiwaan tidak mungkin bisa lolos medical cek up.
"Kami juga belum tahu apakah selama bekerja di Malaysia, yang bersangkutan menerima upahnya atau tidak," terangnya.
Bahkan, menurut Bayu asuransi atau jaminan sosial kedua pekerja migran tersebut juga tidak ada.
"Kami akan menelusuri kasus ini dan berkoordinasi dengan sejumlah instansi untuk mengupayakan pemulihan psikologis dan reintegrasi sosial untuk para TKI tersebut," tutur Bayu.
Diduga Korban TPPO
Tak hanya itu, SBMI Banyuwangi juga akan mengungkap siapa yang telah memberangkatkan ke luar negeri, untuk kemudian dilaporkan ke aparat kepolisian.
Menurut Bayu, jika terbukti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), maka kasus itu adalah kejahatan serius yang melibatkan perekrutan, pengangkutan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan cara ancaman, kekerasan, pemaksaan, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau pemberian bayaran untuk eksploitasi.
"Di Indonesia, hukuman bagi pelaku TPPO, termasuk terhadap pekerja migran diatur dalam beberapa undang-undang, terutama Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," jelasnya.
Pelaku TPPO dapat dijatuhi hukuman penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, tergantung pada berat ringannya kasus dan peran pelaku dalam kejahatan tersebut.
"Selain hukuman penjara, pelaku juga dapat dikenai denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta," tandas Bayu.
Advertisement