Liputan6.com, New York Pro dan kontra terkait penggunaan kacamata pintar Google Glass di ruang publik kembali bergulir. Setelah sempat dilarang digunakan di sejumlah tempat umum, kini menurut hasil survei yang dilakukan perusahaan riset Toluna, terungkap bahwa sekitar 72% warga Amerika Serikat (AS) menolak pemasaran Google Glass secara luas.
Mengutip laman Cnet, Jumat (11/4/2014), alasan privasi dan keamanan menjadi kekhawatiran yang paling banyak diungkapkan oleh para peserta survei yang diadakan Toluna. Dua dari lima orang mengaku sangat khawatir data privasinya dapat diakses oleh orang-orang yang menggunakan Google Glass. Sementara sebagian lainnya menduga kegiatan pribadinya dapat diintai secara diam-diam oleh Google Glass.
Namun hasil survei dari Toluna juga mengungkapkan jika 28% warga AS sangat antusias dengan kehadiran Google Glass. Kacamata pintar pertama besutan Google dinilai mampu menjadi perangkat alternatif selain smartphone yang mampu mendukung berbagai kegiatan penggunanya.
Sebelumnya dilansir laman CNN, salah satu fitur yang paling kontroversial dari Google Glass adalah tersedianya kamera kecil yang dapat merekam video 720p atau snap foto-foto. Tidak ada lampu indikator yang menunjukkan kamera aktif, sehingga dikhawatirkan dapat digunakan untuk merekam privasi orang lain secara diam-diam.
Google sendiri diketahui baru saja membuka penjualan kacamata pintar Google Glass secara perdana kepada publik khusus untuk konsumen di AS. Ini adalah penjualan perdana Google Glass untuk publik. Awalnya Glass baru dipasarkan untuk para developer saja melalui program "Explorers", namun kemudian Google memperluasnya.
Penjualan akan dibuka per 15 April mulai pukul 09.00 pagi waktu New York hingga 24 jam ke depan secara online. Google Glass dipasarkan seharga USD 1.500 (sekitar Rp 17 jutaan).
Advertisement