Liputan6.com, Jakarta - Kasus kerjasama layanan internet antara Indosat dan IM2 yang berujung pada penahanan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto (IA), hingga kini belum menemui titik terang. Indar diimbau untuk mengajukan peninjauan kembali (PK).
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah, mendorong agar Indar mengajukan PK sesuai pasal 263 dan 266 KUHAP. Menurutnya ada dua putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan.
"Jika dua putusan MA saling bertentangan, ya harus PK. Jadi inisiatif dari terpidana (Indar Atmanto dan IM2). Karena ada putusan MA yang bertentangan dan yang kedua ada putusan memidana korporasi yang tidak didakwa. Jadi ada kekhilafan yang nyata dari putusan hakim," kata Andi melalui keterangan tertulis yang kami terima.
Andi menambahkan, putusan pidana itu sama dengan putusan perdata. Jika putusan pidana harus berdasarkan perbuatan yang didakwakan, pada putusan perdata berdasarkan apa yang digugat, tidak boleh memutus yang tidak digugat. Karena itu harus dilakukan PK sesuai dengan pasal 263 dan 266 KUHAP.
Menurut fakta yang ada, keputusan PTUN menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan. Pengadilan Tinggi 28 Januari 2014, telah menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun.
Tetapi Majelis Hakim mengabaikan putusan sela PTUN yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan. Putusan MA, 21 Juli 2014, juga menolak kasasi yang diajukan oleh BPKP, berdasar Putusan MA No.263/K/TUN/2014 (Putusan TUN yang menyatakan tidak sah Surat Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi No. SR-1-24/D6/01/2012 tanggal 9 November 2012.
Menurut Andi, dalam pertimbangan hukum dan amar putusan PN Tipikor, PT Tipikor dan MA Tipikor dalam perkara Terdakwa IA ini, terlihat dengan jelas adanya pertentangan dengan Putusan PTUN, yang dikuatkan oleh putusan PT TUN dan dikuatkan lagi oleh Putusan MA TUN, 21 Juli 2014, khususnya tentang alat bukti surat yang digunakan untuk membuktikan adanya salah satu unsur tindak pidana korupsi berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Laporan tersebut, oleh Putusan PTUN yg diperkuat oleh PT TUN dan dikuatkan lagi oleh MA TUN dinyatakan tidak sah sehingga putusan PN Tipikor selanjutnya PT Tipikor dan MA Tipikor mengandung cacat hukum.
 Pertentangan kedua putusan tersebut, dikarenakan baik PN Tipikor, PT Tipikor, maupun MA Tipikor menggunakan hasil audit BPKP tersebut untuk membuktikan adanya kerugian negara, sedangkan alat bukti yang diajukan tersebut dinyatakan tidak sah.
Dengan adanya pertentangan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan TUN tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu alat bukti pun pada persidangan Pengadilan Tipikor yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan adanya kerugian keuangan negara, berarti unsur kerugian keuangan negara tidak pernah terbukti.
(dew)
Hakim Khilaf, Indar Atmanto IM2 Diimbau Ajukan PK
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah, ada kekhilafan dari putusan hakim soal kasus IM2.
Diperbarui 25 Feb 2015, 14:11 WIBDiterbitkan 25 Feb 2015, 14:11 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Produksi Liputan6.com
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Underpass Bandara YIA Jadi Zona Rawan Tsunami, Polisi Berlakukan Rekayasa Lalu Lintas saat Arus Mudik
Legenda Tinju Dunia George Foreman Meninggal Dunia
Operasi Modifikasi Cuaca Berakhir, Risiko Banjir Berkurang Signifikan
VIDEO: Sirine Berbunyi di Yerusalem Akibat Rudal yang Diluncurkan dari Yaman
Apa Itu Toxic Masculinity? Budaya Patriarki yang Bisa Rugikan Laki-Laki
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Lengkap dengan Tata Cara dan Doa
Dukung Bali Lawan DBD, Soffell Gencarkan Edukasi 3M Plus di 35 Desa dan Kelurahan
Kapolda Lampung Minta Bukti Dugaan Polisi Terima Setoran dari Judi Sabung Ayam di Way Kanan
Hari Suci Nyepi, Tol Bali Mandara Tutup 32 Jam
Idul Fitri 2025: Libur Panjang dan Ucapan yang Menyentuh Hati
Cara Alami Tangkap Cicak Tanpa Jebakan, Pakai Bahan Dapur Saja
VIDEO: Dua Korban Luka Bakar Serius Dampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki