Liputan6.com, Jakarta - Teknologi pengenalan wajah atau facial recognition technology kini makin banyak digunakan oleh platform media sosial, pengiklan, dan perusahaan teknologi.Â
Meski teknologi itu memudahkan kita dalam beraktivitas, namun sejumlah kalangan menduga banyak perusahaan yang memanfaatkan pengenalan wajah untuk mengumpulkan data biologis seseorang.
Mengutip laman Huffington Post, Rabu (24/6/2015), teknologi itu bahkan digunakan tanpa pedoman untuk memastikan perusahaan yang memanfaatkan teknologi itu melindungi privasi konsumen.
Advertisement
Grup advokasi, termasuk American Civil Liberties Union baru-baru ini mencoba dan gagal untuk mencapai kesepakatan dengan kelompok perdagangan tentang penggunaan teknologi yang dapat mengenali wajah dan mengidentifikasi konsumen.
Dalam hal ini yang dipertaruhkan adalah privasi konsumen. Mereka mungkin tanpa sadar, datanya dipasarkan ke (atau dilacak oleh penegak hukum) tanpa izin terlebih dulu.
Kekhawatiran atas teknologi tersebut baru-baru ini menyebabkan aplikasi baru Facebook, Moments, gagal diluncurkan di Eropa. Sementara konsumen di Amerika masih belum sepenuhnya yakin bahwa perusahaan dapat mengumpulkan data yang menghubungkan identitas ke wajah mereka.
Mungkin Anda sering men-tag foto di Facebook untuk mengenali wajah teman-teman Anda. Atau mungkin Anda menggunakan aplikasi Google Photos, yang dapat memberitahu Anda ketika memotret orang yang sama berulang-ulang.
Mungkin bagi Anda ini bukan masalah besar ketika Facebook bisa mengenal orang berdasarkan data yang mereka sudah simpan. Tapi aplikasi untuk teknologi ini kian berpengaruh besar.
Editor portal teknologi Engadget, John Colucci, mengatakan bahwa restoran akan bisa tahu kebiasaan Anda. Misalnya, mereka akan menawarkan minuman keras kepada Anda karena di foto yang terpampang di media sasial, Anda terlihat sering minum.
Hal semacam ini telah terjadi selama bertahun-tahun. Tapi dikhawatirkan, dapat digunakan pada skala yang lebih besar, berkaitan dengan privasi seseorang.
(isk/dhi)