Liputan6.com, Jakarta - Valve yang dikenal sebagai pemilik layanan permainan digital Steam akhirnya memberikan penjelasan mengenai tumbangnya website mereka selama Natal kemarin.
Valve mengaku hal ini terjadi karena serangan distributed denial of service (DDoS) yang dilakukan hacker. Mereka juga mengaku telah diserang oleh DDoS sebanyak dua kali.
Akibat serangan itu, sekitar 34.000 data pengguna yang berisi informasi pribadi terungkap, di mana pengguna bisa mengakses akun milik pengguna lain, termasuk melihat daftar pembelian game yang dilakukan. Ditambah sebagian informasi kartu kredit dan data sensitif lainnya.
Baca Juga
"Isi dari data ini bervariasi, beberapa halaman yang terungkap termasuk alamat penagihan pengguna, empat digit terakhir dari nomor telepon Steam Guard mereka, sejarah pembelian game mereka, dua digit terakhir dari nomor kartu kredit mereka, dan/atau alamat email mereka," beber Valve sebagaimana dikutip dari laman Ubergizmo, Minggu (3/1/2016).
"Permintaan cache (mekanisme penyimpanan data sekunder) ini tidak termasuk nomor lengkap kartu kredit, password pengguna, atau data yang cukup untuk memungkinkan pengguna lain login atau menyelesaikan transaksi," sambungnya.
Dilaporkan Business Insider, kejanggalan ini terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh Valve saat mencoba memperbaiki layanan Steam.
Untuk mempertahankan diri dari serangan DDoS, mereka menyimpan data pengguna di partner Steam. Akan tetapi, ketika data tersebut di-restore, terjadi kesalahan sehingga data pengguna tersimpan di tempat yang salah.
(Isk/Cas)