Lebih Jernih Memahami Video Streaming dari Sudut Pandang Operator

Di era digital seperti saat ini, layanan streaming tengah menjadi salah satu hiburan alternatif.

oleh M Hidayat diperbarui 03 Feb 2016, 20:30 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2016, 20:30 WIB
Indihome Fibre UseeTV
Indihome Fibre UseeTV - Kredit: Telkom

Liputan6.com, Jakarta - Di era digital seperti saat ini, layanan streaming tengah menjadi salah satu hiburan alternatif, yang antara lain termasuk audio dan video streaming.

Dan pada bulan Januari lalu, Indonesia kedatangan layanan video streaming asal Amerika Serikat: Netflix. Sayangnya, kedatangan Netflix ini belum disertai izin operasi di Indonesia.

Padahal, Menkominfo Rudiantara pun menuturkan, Netflix memenuhi kategori Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), dan salah satu kebijakan paling pokok yang harus diikuti oleh PSE adalah keharusan membuat Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Oleh karena itu, logis rasanya, jika operator penyedia jasa internet di bawah naungan Telkom Group, memutuskan untuk melakukan pemblokiran terhadap Netflix. Langkah yang diambil Telkom Group ini kontan menuai banyak komentar.

Sebagian pihak menganggap Telkom merasa terancam dengan kehadiran Netflix lantaran Telkom sendiri memiliki layanan serupa Netflix yaitu USeeTV.

Akan tetapi, hal ini ditepis oleh Jemy V. Confido, VP Consumer Marketing & Sales PT Telekomunikasi Indonesia. Sederhananya, jika dilihat dari segi teknologi, pasar, dan behaviour pengguna dalam menikmati konten yang ditawarkannya, USeeTV dan Netflix tidak sama.

"Jadi, USeeTV dalam hal ini bukan merupakan pesaing bagi Netflix, sehingga Telkom tidak khawatir Netflix akan menggerus pasar USeeTV. Sekali lagi, tidak ada kekhawatiran bisnis," ujar Jemy kepada Tekno Liputan6.com, Selasa (2/2/2016) kemarin di Graha Merah Putih, Jakarta.

Bahkan, Telkom tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama yang dapat terjalin antara Netflix dengan Telkom, seandainya aturan mengenai Netflix ini diterbitkan pada bulan Maret mendatang.

"Pada prinsipnya kami welcome untuk bekerja sama dengan siapa pun yang memang sudah diperbolehkan beroperasi di Indonesia. Paling gampangnya ya seperti itu patokannya. Jadi kami tidak bermaksud menghalang-halangi siapa pun," kata Jemy.

Jemy menuturkan bahwa ketika Netlix atau penyedia layanan lainnya sudah dinyatakan berhak untuk beroperasi di Indonesia, Telkom akan membuka peluang, sepanjang kerja sama ini akan saling menguntungkan secara bisnis.

Bagi para pelanggan, hal ini juga tentu bersifat menguntungkan dan melindungi mereka. Kemudian kerja sama tersebut juga akan lebih baik lagi, jika terjadi kolaborasi secara teknis.

"Kolaborasi secara teknis ini maksudnya, silakan mereka tempatkan kontennya di platform milik Telkom. Supaya apa? Pertama, supaya secara teknis lebih mudah dikelola. Kedua, secara quality akan lebih baik. Kenapa demikian? Karena bagaimanapun juga, mengakses sesuatu yang jauh, dibandingkan dengan mengakses sesuatu yang dekat, pasti akan lebih mudah dan lebih cepat mengakses sesuatu yang dekat," ucap Jemy bersemangat.

Selanjutnya

Selain itu, jika konten Netflix ditempatkan di platform milik Telkom, traffic yang berasal dari pelanggan Netflix di jaringan Telkom tidak akan lari ke luar negeri. Maka dari itu, tidak akan terjadi international traffic besar-besaran. Imbasnya, jika international traffic bisa diminimalkan, hal itu bagus bagi semua pihak.

"Dari sisi operator, operasionalnya akan lebih efisien. Dari sisi pelanggan, mengaksesnya lebih cepat dan lebih mudah," terang Jemy.

Yang tak kalah penting untuk diketahui adalah, international traffic dari operator lokal--seperti Telkom--ke luar negeri harus melalui gateway internasional. Gateway internasional ini harus dibayar.

Artinya, makin banyak traffic ke luar negeri, makin banyak pula yang harus dibayar ke gateway internasional. Karena itu, penempatan konten Netflix di dalam negeri seperti di platform Telkom, dapat membuat operasional Telkom atau operator lokal lainnya menjadi lebih efisien.

"Saya bicara bukan hanya Telkom, tapi seluruh operator. Ketika makin besar bayar ke gateway internasional, berarti ada rupiah yang harus diubah menjadi dolar, untuk dibayarkan ke sana," jelas Jemy.

Terkait kesiapan Telkom untuk menampung konten Netflix atau layanan serupa lainnya, Jemy menerangkan bahwa Telkom sudah siap dengan platform besutannya. Dikatakan, Telkom pun dapat menyiapkan 'tempat penampungan' konten dengan spesifikasi berstandar internasional.

"Kita sudah siap dan bulan-bulan depan pun sudah bisa dipakai. Silakan simpan di platform kami. Kami siapkan (platform) sesuai dengan spesifikasi internasional yang mereka minta," tegas Jemy.

Kemudian dari segi teknis, patut diketahui bahwa pengguna yang melakukan video streaming termasuk ke Netflix, tanpa disadari 'merugikan' orang lain. Pengguna tersebut akan menduduki bandwidth pengguna lainnya.

"Ini jeleknya streaming. Ketika dia menduduki bandwidth, (bandwidth) itu gak dilepas. Beda dengan kalau kita kirim image, kirim file, atau kirim teks. Terkirim sepersekian detik, jaringan itu dia lepas. Tidak diduduki lagi di gateway internasional," kata Jemy.

Terakhir ia menjelaskan bahwa di jaringan Telkom, dari posisi pengguna ke gateway internasional perbandingannya 1:1, sehingga tidak akan berebut dengan pengguna lainnya. Tetapi begitu sampai di gateway internasional, perbandingannya menjadi 1:8.

"Tidak ada operator yang kuat 1:1. Kita sudah paling hebat 1:8 ini. Nah, ketika satu pengguna menduduki itu, berarti dia sedang menyedot 7 pengguna lainnya. Tapi, kalau konten video streaming itu ditaruh di platform Telkom, hal tersebut tidak akan terjadi karena perbandingannya sudah 1:1," tutup Jemy. 

(Why/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya