Liputan6.com, Jakarta - Menjadi korban kejahatan online, selain dapat merugikan materi rupanya juga memiliki dampak lain yang sangat mengganggu.
Diungkapkan melalui hasil survei Norton Cybersecurity Insight Report yang dikemukakan Direktur Norton Consumer and Small Business Kawasan Asia Choon Hoon Chee, mereka yang menjadi korban kejahatan cyber sangat berpotensi menjadi frustasi.
"Kerugian terbesar dari menjadi korban kejahatan cyber adalah menyebabkan kerugian dari segi emosional. Hasil survei kami mengungkapkan, 5 dari 10 orang (52 persen) korban konsumen kejahatan cyber di Indonesia merasa frustasi setelah menjadi korban," katanya saat memaparkan hasil survei tersebut di Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Lebih lanjut, hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari 82 persen responden akan merasa terpukul jika informasi keuangan mereka bocor atau dapat diakses oleh hacker.
Sementara, 64 persen responden percaya, berurusan dengan konsekuensi kehilangan identitas lebih menimbulkan stres daripada duduk di sebelah bayi yang menjerit di pesawat atau mempersiapkan presentasi kerja.
Baca Juga
Chee mengungkapkan, kejahatan online sendiri sebenarnya timbul karena perilaku pengguna internet Indonesia yang kurang menjaga keamanan berinternetnya.
Misalnya, mereka yang menggunakan WiFi publik untuk bertransaksi keuangan atau tidak segan membagikan password kepada orang lain. Pada gilirannya, hal inilah yang justru menjadi bumerang terhadap keamanan online-nya.
Survei yang dilakukan selama 1 tahun itu juga menyebut, secara total, nilai kerugian atas kejahatan cyber di Indonesia mencapai Rp 194,6 miliar. Dengan asumsi, masing-masing korbannya mengalami kerugian rata-rata hingga Rp 7,6 juta.
Sementara, jumlah pengguna intenet Indonesia yang pernah menjadi korban kejahatan online telah mencapai 42 persen dari total responden survei yang berjumlah 1.000 orang.
Untuk itu, Chee terus mengingatkan agar pengguna internet di Indonesia lebih peduli terhadap keamanan berinternet.
(Tin/Isk)