Ribut-Ribut dengan Indosat, Bos Telkomsel Buka Suara

Direktur Utama CEO Telkomsel buka suara terkait dugaan monopoli yang dilakukan di wilayah luar Jawa.

oleh Corry Anestia diperbarui 28 Jun 2016, 16:15 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2016, 16:15 WIB
Ririek Adriansyah, CEO Telkomsel
(Kiri): Ririek Adriansyah, CEO Telkomsel

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama CEO Telkomsel, Ririek Adriansyah, akhirnya buka suara terkait dugaan monopoli yang dilakukan di wilayah luar Jawa.

Ditemui tim Tekno Liputan6.com, Senin (27/6/2016) kemarin, Ririek membantah hal tersebut. Ia mengatakan di area tertentu ada operator dominan karena operator lain tak masuk ke situ.

Menurut dia, dominasi Telkomsel di beberapa wilayah di Indonesia dapat tercapai berkat kerja keras perusahaan dalam memenuhi kewajiban modern licensing.

"Di beberapa area di luar Jawa, kami ada yang dominan dan ada yang tidak. Jadi, jangan disamaratakan," katanya usai Buka Puasa Bersama Telkomsel di Jakarta.

Amanat modern licensing tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999. Operator yang mendapat lisensi ini harus memenuhi kewajiban pembangunan jaringan secara nasional.

Sebagaimana diketahui, Indosat Ooredoo menduga Telkomsel melakukan monopoli di luar Jawa dengan memborong seluruh SIM Card Indosat di wilayah tertentu.

Dalam sebuah foto yang tersebar, Indosat pun menyerang Telkomsel lewat aktivitas Below The Line (BTL) dengan memasarkan tarif Rp 1/detik dan menyindir tarif mahal Telkomsel.

Beberapa waktu lalu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sempat mengatakan pihaknya akan menyelidiki hal ini, mengingat Telkomsel menguasai lebih dari 50 persen pasar seluler.

Menurut undang-undang tentang persaingan usaha, perusahaan dapat disebut monopoli apabila menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar.

"Pangsa pasar kami sebetulnya mendekati 50 persen, bukan lebih dari 50 persen. Lisensi kami kan nasional, bukan lisensi luar Jawa," ujar Ririek.

Menurut Ririek, terkait dugaan Indosat yang menyebut Telkomsel tak setuju dengan penurunan tarif interkoneksi dan penyelenggaraan network sharing, pihaknya memiliki alasan tersendiri.

"Kalau tarif interkoneksi diturunkan, harus tahu dulu apa risikonya bagi industri telekomunikasi," ucapnya.

"Lagipula, jika mau network sharing, penuhi dulu kewajiban modern licensing," katanya.

(Cas/Isk)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya