Liputan6.com, Bandung - Membangun usaha rintisan (startup) di Indonesia tak selalu berbuah cerita manis. Banyak juga startup yang telah 'berguguran'.
Menurut CEO iGrow, Andreas Senjaya, banyak startup di Tanah Air yang tak memiliki mental baja. Ia mencontohkan mental kuat yang dimiliki duo pendiri Google, Sergei Brin dan Larry Page.
"Ketika mereka buat Google di tahun pertama, tak ada pemasukan, yang ada nombok terus untuk riset. Tak ada penghargaan yang diberikan dan minim apresiasi," ujarnya kepada tim Tekno Liputan6.com usai acara The NextDev di Bandung, Selasa (9/8/2016).
Namun, katanya, mereka terus berupaya membuat algoritma berbeda karena produk search engine sudah ada sebelumnya. Baik Brin dan Page bahkan harus drop out dari program doktoral yang tengah diikuti di Harvard University guna melanjutkan riset tersebut.
Hasilnya? Kini 80 persen pengguna internet memakai Google sebagai mesin pencariannya. Alhasil, bisnis Google berkembang pesat, demikian juga di lini bisnis lainnya.Â
Baca Juga
Bahkan, mesin pencari Yahoo yang lebih dulu eksis dan sempat menolak membeli Google kala valuasinya hanya US$ 1 juta, kini langsung tersalip. Akhirnya, Yahoo pun dibeli Verizon dengan nilai yang tak terlalu tinggi pada beberapa pekan lalu.
Berkaca dari hal di atas, Andreas melanjutkan, pelaku startup harus ekstra sabar dalam meraih pencapaian baik, apalagi pendapatan signifikan. Secara simultan, jangan kelamaan mengendapkan ide yang bagus, karena yang lebih bagus adalah mengeksekusi ide tersebut secara teguh.
"Kalau ide sudah dieksekusi dengan baik, direspon dengan baik, lihat saja. Startup tak butuh waktu lama untuk menyalip bisnis konvesional yang sudah puluhan tahun. Go-Jek berdiri 2011, valuasinya meroket dalam beberapa tahun," katanya.
Sementara, Corporate Reputation Management Telkomsel, Steve Saerang menambahkan mengacu pengalaman perusahaan saat menggelar The Next Dev dua kali, banyak startup yang visinya kurang tajam.
"Memulainya bukan dari apa yang harus dicapai dan menjadi solusi dalam beberapa tahun ke depan, tapi kerap terjebak apa dulu produknya. Apa yang sedang tren, lalu kemudian terapkan jurus amati tiru dan modifikasi (ATM), ini tidak efektif," katanya.
Ia mencontohkan, unicorn raksasa seperti Facebook tak berhasil menerapkan jurus ATM saat merilis Instagram Stories yang menduplikasi Snapchat. Tak banyak yang menggunakan fitu baru itu karena orang sudah nyaman dengan Snapchat.
"Apalagi, bagi pelaku usaha rintisan yang benar-benar baru. Tajamkan visi, lihat bagaimana aplikasi ini akan jadi solusi di masa depan. Usahakan agar bisa menjadi leader, jika sekedar follower, itu akan sulit bertahan," pungkasnya.
(Msu/Cas)