XL Tegaskan Komitmennya Membangun Jaringan

XL menepis anggapan bahwa penurunan biaya interkoneksi akan membuat operator malas membangun jaringan telekomunikasi.

oleh Dewi Widya NingrumCorry Anestia diperbarui 02 Sep 2016, 15:10 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2016, 15:10 WIB
Interkoneksi
Ilustrasi interkoneksi (blog.equinix.com)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik penurunan biaya interkoneksi baru tak kunjung usai. Sebagian pihak justru menilai bahwa operator seluler akan malas membangun jaringan dengan penurunan ini. 

Hal itu langsung ditepis XL Axiata sebagai salah satu operator yang setuju dengan penetapan biaya interkoneksi baru sebesar Rp 204 per menit. 

Dalam keterangan resmi yang diterima Tekno Liputan6.com, Jumat (9/9/2016), XL menegaskan bahwa perusahaan tetap memenuhi kewajiban pembangunan jaringan.

Kewajiban tersebut tertuang dalam Undang-Undang Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

"Setiap operator berkewajiban untuk membangun jaringan sendiri. Informasi pembangunan jaringan XL, telah kami publikasikan di laporan tahunan, yang bisa diakses di situs resmi XL," ujar Turina Farouk, VP Corporate Communication XL.

Menurut Turina, pembangunan jaringan telekomunikasi dilakukan demi melayani kebutuhan telekomunikasi masyarakat di lebih dari 93 persen populasi Indonesia, sebagaimana diatur dalam dalam peraturan berlaku.

Saat ini, XL tercatat telah membangun 66.000 BTS, dengan 23.000 BTS 3G dan 6.500 BTS 4G. Total pelanggannya mencapai 44 juta pengguna.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika menetapkan biaya interkoneksi turun rerata 26 persen menjadi Rp 204 per menit dari Rp 250 per menit melalui Surat Edaran Nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 awal Agustus lalu.

Penetapan biaya yang seharusnya mulai berlaku sejak 1 September lalu ini terpaksa tertunda karena Telkom dan Telkomsel saat itu belum menyerahkan Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI).

Malas Bangun Jaringan 

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, M Ridwan Effendi menilai sebagian operator ngotot agar penetapan biaya interkoneksi baru diberlakukan karena mereka ingin untung.

"Kengototan mereka ingin menerapkan tarif interkoneksi baru itu adalah agar mereka dapat untung dua kali," tandasnya.

Perlu diketahui, biaya interkoneksi Rp 204 per menit merupakan acuan bagi operator dalam menentukan kesepakatan biaya interkoneksi dengan operator lain.

"Biaya jaringan Indosat dan XL sudah di bawah (Rp 204) itu, di mana perhitungan Indosat sekitar Rp 86 dan XL Rp 65. Mereka akan untung dua kali jika tarif interkoneksi diberlakukan, sedangkan Telkomsel akan rugi dua kali," katanya.

Padahal, menurut Ridwan, bagi masyarakat tidak ada keuntungan signifikan yang bisa dinikmati. Bahkan, XL Axiata yang notabene milik Malaysia dan Indosat Ooredoo milik Ooredoo Group yang akan menikmati keuntungan.

"Bagaimana masyarakat bisa menikmati keuntungan, biaya interkoneksi hanya turun Rp 46, sedangkan tarif ritel off-net yang dibebankan pada masyarakat berkisar Rp 2000 per menit. Feeling saya, operator tidak akan serta merta turunkan tarif ritel," ujarnya.

Alasan lain yang diungkapkan Ridwan, adalah keengganan Indosat, XL, Tri, dan Smartfren dalam memenuhi kewajibannya membangun jaringan telekomunikasi di seluruh pelosok Tanah Air.

Ia justru menilai bahwa Telkomsel dan Telkom yang membangun jaringan telekomunikasi hingga ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan hingga ke daerah perbatasan dengan negara-negara tetangga.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya