Liputan6.com, Jakarta - Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto mengimbau para pengguna media sosial untuk tidak menyebarkan kebencian lewat unggahannya.
Masyarakat diingatkan untuk bijak dalam menggunakan layanan internet karena kini pasal karet soal pencemaran nama baik dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dinilai sudah tidak lagi multitafsir.
"Kita harus berhati-hati ketika menggunakan internet, jangan gampang membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya. Karena yang dijerat oleh UU ITE bukan hanya yang membuat informasi, tapi juga yang menyebarkan," tutur Henri saat ditemui Tekno Liputan6.com di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (26/11/2016).
Advertisement
Baca Juga
Seperti diketahui, setelah melalui rangkaian Rapat Kerja, Rapat Panja, Rapat Tim Perumus dan Rapat Tim Sinkronisasi, Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat terhadap muatan materi perubahan dalam UU ITE.
Salah satunya mengenai Pasal 27 ayat 3 yang diantaranya menambahkan penjelasan atas istilah mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik, serta menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan, bukan delik umum.
Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama enam tahun menjadi paling lama empat tahun.
Namun kata Henri, pelaku pencemaran nama baik memang tidak bisa dipenjarakan begitu saja. Setidaknya seperti kasus yang menimpa Prita Mulyasari, tidak akan terjadi lagi. "Namun jika pada akhirnya terbukti menyebarkan kebencian, maka mereka bisa dipidanakan," tambahnya.
Karena itu, masyarakat diminta untuk tidak begitu saja menyebarkan informasi-informasi palsu yang bisa memicu kebencian.
"Jangan mudah menyebarkan informasi yang kita sendiri belum tahu kebenarannya dan bisa memunculkan kebencian, apalagi yang berdasarkan SARA. Karena itu delik formal, yang hanya dari kata-kata saja bisa dipidanakan," jelasnya.
(Din/Cas)