Liputan6.com, Jakarta - Uber, yang kini tengah ekspansi ke beberapa negara di dunia, nyatanya tak bisa menutupi kerugian yang dialaminya. Padahal tak sedikit juga investasi yang dikeluarkan demi mendongkrak layanan ride-sharing tersebut.
Sebagaimana dilaporkan Bloomberg, Selasa (20/12/2016), Uber diketahui telah merugi lebih dari US$ 800 juta atau sekitar Rp 10,4 triliun di kuartal ketiga saja. Itu pun belum termasuk biaya operasional di Tiongkok.
Advertisement
Baca Juga
Namun, di sepanjang 9 bulan tahun ini, startup bentukan Travis Kalanick dan Garrett Camp tersebut telah mengalami kerugian sebesar US$ 2,2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun.
"Kendati demikian, pendapatan perusahaan terus meningkat menjadi US$ 3,76 miliar di sepanjang 9 bulan pertama ini dan akan terus mengejar target pendapatan 2016 sebesar US$ 5,5 miliar," ujar sumber yang tak ingin disebutkan namanya tersebut.
Pada tahun lau, Uber telah merugi sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 26 triliun tahun lalu dan diprediksi akan merugi US$ 3 miliar atau Rp 39 triliun tahun ini.
Lebih lanjut, menurut sumber tersebut, total nilai transaksi pemesanan Uber telah mencapai US$ 5,4 miliar di kuartal ketiga, naik dari US$ 5 miliar di kuartal sebelumnya, dan US$ 3,8 miliar di kuartal pertama 2016.
Lambatnya pertumbuhan layanan Uber setidaknya dapat dimaklumi mengingat Uber memutuskan untuk meninggalkan salah satu pasar terbesar, yakni Tiongkok.
Pasalnya, saham Uber dicaplok Didi Chuxing, rival terberatnya di Tiongkok, sebanyak 17,5 persen saham. Sebagai gantinya, Didi menyuntik dana US$ 1 miliar ke Uber.
(Cas/Why)