Flagship Smartphone Kini Jadi Prioritas Infinix, Apa Alasannya?

Apa alasan Infinix memprioritaskan flagship smartphone?

oleh Jeko I. R. diperbarui 22 Des 2016, 13:40 WIB
Diterbitkan 22 Des 2016, 13:40 WIB
Unit Demo Infinix Zero 4. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza
Unit Demo Infinix Zero 4. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Liputan6.com, Jakarta - Duo flagship smartphone teranyar Infinix Zero 4 dan Zero 4 Plus memiliki sejumlah keunggulan. Meski punya fitur dan kemampuan di atas rata-rata, sehingga Infinix mengklaim keduanya masuk ke dalam kategori flagship, keduanya dijual di kisaran harga menengah. Sebagai catatan, Infinix membanderol Rp 2,99 juta untuk Infinix Zero 4 dan Rp 3,7 juta Infinix Zero 4 Plus.

Kehadiran Infinix Zero 4 dan Zero 4 Plus menandakan komitmen Infinix untuk serius menggarap flagship smartphone di kisaran harga Rp 2,5 hingga 4 jutaan. Lantas, apakah vendor asal Hong Kong ini melupakan lini smartphone lain di kelas entry dan middle, mengingat Infinix sebetulnya di Indonesia dikenal pertama kali sebagai vendor yang menjual smartphone di kelas tersebut.

Saat ditemui usai acara peluncuran Infinix Zero 4 dan Zero 4 Plus di kawasan SCBD Jakarta, Rabu (21/12/2016), Anis Thohar Manshur, Marketing Manager Infinix Mobility Indonesia, mengatakan bahwa Infinix memang tengah berfokus memprioritaskan kelas flagship dan high-end. Namun bukan berarti mereka melupakan kelas entry dan middle begitu saja.

“Yang namanya lini produk itu pasti punya fitur lebih baik. Tak hanya itu, ada juga yang namanya inflasi harga, ini nggak hanya kejadian di industri smartphone, tapi juga di sektor lain seperti mobil. Contoh saja, kalau dulu ada mobil harganya Rp 100 juta, kini jadi Rp 200 juta. Nah di Infinix juga demikian. Kami ingin menaikkan level produk karena juga ingin meningkatkan kualitas. Semua tentu disebabkan inflasi,” kata Anis.

Ia pun mengaku bahwa Infinix secara perlahan akan merilis smartphone kelas high-end dan flagship. Menurut Anis, ada sejumlah alasan mengapa Infinix mau tak mau harus bermain di lini kelas itu agar dapat bersaing dengan kompetitor.

“Kita kan ada empat kategori produk; entry, middle, high-end, dan flagship. Sekarang kami menyasar dua itu (high-end dan flagship). Alasannya karena kami juga terbentur di faktor local assembly yang belum lengkap,” ujar Anis.

Faktor tersebut, kata Anis, seperti perihal pajak yang harus dikenakan ketika ingin mengimpor suku cadang untuk proses assembly produk. “Dulu sebelum ada TKDN, produk kami masih murah, akan tetapi setelah penerapan aturan TKDN, mau tak mau kita meningkatkan kualitas dari local assembly,” ia melanjutkan.

Meski begitu, Anis mengklaim Infinix kian fokus memaksimalkan layanan lain tak hanya dari smartphone, seperti layanan after sales dan pengembangan unit. Infinix sebelumnya sempat ‘galau’ oleh penerapan TKDN pemerintah beberapa waktu lalu. Akibatnya, salah satu smartphone besutannya, Infinix Hot S, tidak dapat berjalan di jaringan 4G di Indonesia. Padahal, smartphone itu sudah kompatibel dengan jaringan 4G.

Infinix menggandeng mitra manufaktur lokal Haier pada 2015. Dengan kemitraan tersebut, sebenarnya Infinix sudah mampu memenuhi aturan TKDN. Namun, karena pemerintah mengubah skema, Infinix harus mempertimbangkan akan mengikuti skema mana.

(Jek/Why)

<iframe class="vidio-embed" src="https://www.vidio.com/embed/521269-unboxing-vivo-v5?autoplay=true&player_only=false&" width="560" height="480" scrolling="no" frameborder="0" allowfullscreen></iframe><script src="//cdn0-a.production.vidio.static6.com/assets/javascripts/vidio-embed.js"></script>

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya