Ini Alasan Utama Facebook Sontek Fitur Stories Milik Snapchat

Facebook menjiplak fitur Stories milik Snapchat ke berbagai aplikasinya. Apa Facebook kehabisan ide?

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 29 Mar 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2017, 17:00 WIB
Ilustrasi Facebook di Android
Ilustrasi Facebook di Android. Foto: The Next Web

Liputan6.com, Jakarta - Facebook meluncurkan fitur baru, Facebook Stories, yang hadir di aplikasi utama Facebook dan mirip sekali dengan Snapchat Stories. Ini bukan kali pertama jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu menyontek Snapchat. Sebelumnya, Instagram, WhatsApp, dan Facebook Messenger telah memiliki fitur serupa Snapchat Stories.

Namun sebenarnya ada alasan utama kenapa jejaring sosial sebesar Facebook menjiplak fitur milik kompetitornya. Apakah Stories benar-benar diinginkan oleh pengguna semua media sosial ataukah Stories jadi kebutuhan pengguna? Rupanya tidak demikian.

Sebagaimana Tekno Liputan6.com kutip dari The Verge, Rabu (29/3/2017), semua usaha ini kabarnya Facebook lakukan karena uang, bukan karena budaya komunikasi pengguna internet yang sudah mulai berubah ke arah video.

Disebutkan juga, Stories memungkinkan Facebook, Snapchat, dan jejaring sosial apa pun untuk memasukkan iklan ke messaging apps secara gratis. Pengguna pun tak bisa menolak iklan tersebut.

The Verge mengibaratkan, jika iklan disisipkan ke Snapchat Stories di antara dua unggahan milik teman, tentu pengguna tak akan marah. Pengguna hanya akan menganggapnya sebagai gangguan sekilas, kemudian lanjut tap pada layar perangkatnya dan melihat-lihat Stories lainnya.

Lain halnya jika pengguna menggulirkan pesan teks di Messenger dan Facebook, lalu ada iklan berbentuk teks dalam feed. Tentu hal ini bakal dianggap sangat mengganggu oleh pengguna. Orang pun enggan menerima ini.

Sederhananya, Facebook menjalankan sejumlah aplikasi pesan gratis dan berupaya mendapatkan pendapatan iklan melalui fitur Stories. Dengan merebaknya Stories di berbagai aplikasi, kini kamera telah menjadi keyboard baru.

Perlu diketahui, masalah utama dari konten teks adalah kesulitan dalam hal monetisasi. Makanya, diperlukan cara baru, yakni melalui iklan video sebab konsumen dianggap baik-baik saja dengan sisipan iklan di video.

Tak bisa dimungkiri, teks masih sangat penting dan masih dipakai cukup masif, meski kehadiran platform iklan baru dianggap sebagai sebuah inovasi. Masalahnya adalah tantangan untuk memperoleh pendapatan melalui teks. Oleh karenanya, Stories jadi solusi iklan yang ujung-ujungnya untuk meraup uang.

(Tin/Why)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya