Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, menilai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial (medsos), dapat membantu pemerintah menangani konten-konten di internet. Kehadiran fatwa ini diharapkan bisa membuat ranah internet bersih dari berbagai konten yang dianggap meresahkan.
"Fatwa ini seperti tambahan 'darah segar' untuk menangani konten-konten di dunia maya. Kami memiliki panel yang anggotanya dari berbagai pihak termasuk ada MUI juga. Nah, fatwa ini bisa juga menjadi rujukan panel tersebut untuk mengatur konten di internet," tutur Rudiantara saat ditemui di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin malam (5/6/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dijelaskan Rudiantara, pemerintah memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk mengatur konten di internet, dengan dua tugas utama yaitu sosialisasi edukasi literasi dan pemutusan akses terhadap dunia maya. Kedua tugas tersebut, katanya, dapat sejalan dengan fatwa MUI.
"Ini baru awal. Setelah ini kami juga akan minta bantuan untuk sosialisasi ini (fatwa), mewujudkan fatwa MUI untuk mengelola dan me-manage konten-konten, terutama yang negatif, karena yang bisa menafsirkan fatwa ini kan MUI," tutur pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.
Dinamika kebablasan di media sosial
Lebih lanjut, Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin, menekankan pentingnya fatwa ini untuk membantu menjaga dan merawat keutuhan bangsa. Ia melihat kondisi sekarang dengan banyaknya konten meresahkan di internet, harus ditata ulang kembali.
"Masalah di media sosial itu adalah dinamika yang kebablasan, jadi tidak terkendali dan membuat kontennya juga tidak terkendali. Harus dikendalikan dan ditata ulang kembali dan diarahkan. Jadi ini bukan untuk mematikan, tapi mengendalikan, karena fatwa ini tujuannya untuk itu," jelas Ma'ruf.
Ia berharap fatwa ini bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah, dengan membuat aturan tertulis agar ada tindakan nyata dari pelaksanaan fatwa tersebut. Karena jika tidak ada peraturan perundang-undangan, katanya, fatwa kurang bisa memberikan tekanan.
"Fatwa ini ada keputusan bersifat hukum dan pedoman, karena kami ingin membuat semacam rekomendasi supaya ada tindak lanjut peraturan perundang-undangan oleh pemerintah, sehingga kondisi bisa kondusif kembali," ungkapnya.
Fatwa MUI tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui medsos, berisi sejumlah ketentuan. Untuk ketentuan hukum, ada yang diharamkan bagi umat muslim ketika bermuamalah melalui media sosial termasuk melakukan gibah (bergunjing), fitnah, namimah (mengadu domba), dan penyebaran permusuhan. Selain itu juga diharamkan melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan.
Hal lain yang dianggap haram adalah menyebarkan hoax serta informasi bohong, meskipun dengan tujuan baik seperti informasi tentang kematian orang yang masih hidup. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i, serta menyebarkan konten yang benar, tetapi tidak sesuai tempat dan atau waktunya, juga diharamkan.
(Din/Why)