Astronot NASA Minum Urin Agar Tetap Fit

Teknologi terbaru NASA memungkinkan urin astronot didaur ulang menjadi nutrisi yang mengandung Omega-3. Bagaimana caranya?

oleh Jeko I. R. diperbarui 30 Agu 2017, 06:30 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2017, 06:30 WIB
20151102-Perayaan 5 Tahun Stasiun Luar Angkasa Dalam Bingkai Foto
Astronot NASA Mike Hopkins saat melakukan ekspedisi 38 penerbangan engineer (24/12/2013). Stasiun Luar Angkasa Internasional merayakan hari jadinya ke-15 pada 2 November sejak dihuni oleh manusia. (REUTERS/NASA)

Liputan6.com, California - Di luar angkasa semua hal mustahil bisa saja dilakukan, termasuk mengubah urin menjadi sesuatu yang berguna.

Ya, cara ini dilakukan NASA lewat teknologi terbaru yang bisa mendaur ulang urin menjadi nutrisi bergizi untuk kembali diasup astronot. Bagaimana bisa?

Kunci utama dari teknologi ini adalah memanfaatkan ragi dari urin dan memilah mikroorganisme karbon dan nitrogen yang ada dalam urin. Teknik ini juga dikenal dengan istilah "Yarrowia Lipolytica".

Nanti, ragi ini akan disimpan dan diolah menjadi nutrisi asam lemak Omega-3. Asam lemak Omega-3 dinilai paling pas menjadi nutrisi vital untuk kesehatan astronot selama di luar angkasa. 

"Omega-3 adalah asam lemak terbaik untuk kesehatan astronot. Usia asam lemak ini cukup lama dan bisa dikonsumsi dalam perjalanan panjang, seperti ke Mars atau planet lainnya," tulis ilmuwan NASA Mark A. Blenner dalam keterangan resmi yang dilansir BGR, Rabu (30/8/2017).

Tak cuma itu, ragi dari urin juga bisa diolah menjadi material polimer yang bisa memproduksi plastik.

"Satu ragi bisa diolah menjadi polimer yang dapat digunakan untuk menciptakan objek plastik dalam printer 3D," lanjut Blenner.

Inovasi ini sebetulnya sudah didanai oleh NASA sejak 2015, demi membangun ekosistem daur ulang limbah manusia di Stasiun Luar Anfkasa Internasional (ISS, International Space Station). Teknologi awal yang diuji coba adalah mengubah urin dan air keringat menjadi air minum.

Walau demikian, masih butuh waktu yang cukup lama bagi NASA agar dapat merampungkan teknologi ini. Blenner berujar, pihaknya harus mempelajari Yarrowia Lipolytica lebih lanjut karena teknik tersebut berbeda. Apalagi, ragi urin tak sama pada umumnya.

"Genetika dan sifat biokimia mereka ini unik. Setiap organisme punya ciri khas yang harus kami pelajari secara mendalam. Intinya, kami masih butuh waktu untuk benar-benar bisa mewujudkan teknologi ini," pungkasnya.

(Jek/Isk)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya