Liputan6.com, Jakarta - Astronot adalah salah satu pekerjaan impian. Bagaimana tidak, astronot ditugaskan untuk terbang ke luar angkasa. Bahkan, mereka bisa mengabdikan hidupnya untuk bekerja di antariksa.
Sayang, pekerjaan astronot selama ini cuma tersedia bagi negara-negara maju, salah satunya Amerika Serikat (AS) dengan badan antariksanya, NASA. Namun demikian, Indonesia bukan berarti tertinggal jauh dalam hal ini.
Buktinya pada 1986, Indonesia sudah memiliki astronot pertama bernama Pratiwi Sudarmono. Sayang, misi Pratiwi menembus batas gravitasi bumi urung dilakukan karena pesawat yang saat itu hampir terbang tiba-tiba meledak sebelum diluncurkan ke luar angkasa.
Advertisement
Baca Juga
Pada Juni 2015, Indonesia juga mengirimkan astronot baru. Astronot bernama Rizman Adhi Nugraha tersebut memenangkan kompetisi AXE Apollo Space Academy yang dihelat Unilever. Rizman saat itu menjadi satu-satunya astronot Indonesia yang terbang ke antariksa bersama dengan 22 orang dari negara lain.
Prestasi yang dicetak para astronot di atas tentu menjadi inspirasi bagi Honeywell, perusahaan penyedia barang komersial dan sistem aeronautika.
Karena itu, perusahaan asal Negeri Paman Sam ini mengadakan program khusus bagi insan berprestasi di Tanah Air untuk bisa menjajal pengalaman menjadi astronot di luar angkasa.
Program berupa pelatihan tersebut diinisiasi langsung dengan nama Honeywell Educators at Space Academy (HESA) dan menggandeng kalangan pendidik dari Indonesia.
Honeywell juga bekerja sama dengan US Space and rocket Center (USSRC) untuk mengembangkan program beasiswa khusus untuk guru-guru tersebut.
Pelatihan ini memang tidak bertujuan untuk mencetak astronot dari Indonesia. Namun, sebagaimana disampaikan Presiden Honeywell Indonesia Alex J Pollack, pelatihan dirancang untuk membantu guru-guru di Tanah Air untuk bisa menginspirasi murid agar bisa menjadi generasi yang ahli di masa depan, baik itu dalam bidang sains, teknologi, teknik, dan juga matematika.
Pelatihan Intensif
Alex mengungkapkan, Honeywell membuka pendaftaran HESA bagi semua guru yang ada di Indonesia. Pada tahap akhir, mereka cuma menerima tujuh guru dari berbagai sekolah.
Ketujuh guru tersebut juga telah mengikuti serangkaian pelatihan intensif HESA selama kurang lebih sepekan di Space Academy, akademi antariksa yang berlokasi di Hunstville, Alabama, AS.
"Kami sangat bangga dengan para guru dari Indonesia yang telah mengikuti program ini. Dengan begitu, kami berharap pendidikan STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) bisa menciptakan pemikir kritis, meningkatkan literasi sains, dan memungkinkan generasi inovator berikutnya," ujar pria yang akrab disapa Alex ini kepada Tekno Liputan6.com di Oakwood, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Alex berharap, para guru yang sudah lulus dari program HESA bisa menghasilkan inovasi berupa produk dan proses yang kelak menopang perekonomian di Indonesia. Inovasi tentu berbasis pada pengetahuan di area ilmu STEM.
"Kami bekerja sama dengan guru sekolah menengah dari Indonesia, untuk mempelajari teknik baru agar menumbuhkan rasa ingin tahu dalam hal matematika dan sains di kalangan siswa. Kami juga ingin membantu mereka bercita-cita menjadi generasi yang andal pada bidang teknik, programmer, matematika, dan bahkan menjadi astronot berikutnya," Alex menerangkan.
Advertisement
Dari Jakarta hingga Salatiga
Ketujuh guru sekolah yang berhasil mengikuti program HESA tak cuma berdomisili dari Jakarta. Ada juga yang berasal dari Bogor, Bandar Lampung, Surabaya, hingga Salatiga.
Selama satu pekan, ketujuh guru tersebut mengikuti rangkaian pelatihan yang berfokus pada sains dan eksplorasi luar angkasa. Dengan kata lain, mereka menjajal diri sebagai astronot dengan memakai perangkat seperti simulasi jet dan misi-misi mini antariksa. Bahkan, para guru ini 'digembleng' dengan latihan kemahiran di darat, air, dan udara.
Tak cuma itu, para guru juga belajar teknik mengajar STEM yang inovatif agar mereka bisa membangkitkan minat belajar murid dalam pelajaran fisika, kimia, matematika, dan biologi. Mereka juga dibekali pembelajaran intensif selama 45 jam di kelas.
Pada 2017, ada 205 guru dari seluruh dunia yang mengambil bagian dalam program HESA. Sejak 2013, jika ditotal sudah ada 30 guru Indonesia yang telah mengikuti program ini.
Untuk tahun ini, berikut nama tujuh guru yang beruntung lulus dari program HESA. Di antaranya Ahmad Zimamul Umam (Jakarta, Sekolah High Scope), Andriana Susmayanti (Bandar Lampung, Sekolah Pelita Bangsa), Andry Permana (Surabaya, Sekolah Cita Hati West), Grice Purba (Bogor, SMP Taruna Bangsa), Marjon Roche (Surabaya, Xin Zhong School), Shilp Karve (Jakarta, Sekolah Bunda Mulia), dan Slamet Riyadi (Salatiga, SMP Negeri 4 Tengaran Satu Atap).
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: