Industri Sensor Konten Bisa 'Mati' Jika Kemkominfo Lakukan Ini

Praktisi internet menyayangkan upaya Kemkominfo untuk menjadi operator mesin sensor konten negatif pada situs web di

oleh Jeko I. R. diperbarui 21 Okt 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2017, 16:30 WIB
M. Salahuddien, praktisi internet dari ID Institute. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza
M. Salahuddien, praktisi internet dari ID Institute. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Liputan6.com, Jakarta - Praktisi internet dari Internet Development (ID) Institute M. Salahuddien, menyayangkan upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk menjadi operator mesin sensor konten negatif pada situs web di Indonesia. Menurutnya, jika Kemkominfo melakukan hal tersebut, industri sensor konten akan mati.

Ditemui di sela-sela diskusi media ID Institute di Jakarta, Jumat (20/10/2017) sore, Salahuddien menerangkan ruang bagi pertumbuhan industri tertuang dalam Permen 19 Kemkominfo. Dalam hal ini, terangnya, sensor konten memang sudah ada industrinya di Indonesia.

"Sekarang gini, peralatan security semua yang digunakan operator ada fungsi tambahan, yaitu penapisan (filter, penyaringan, dan sensor). Nah fungsi dari (penapisan) itu kan juga termasuk industri, baik (mesin sensor konten besutan pihak ketiga) yang dari luar dan juga lokal ada," ucap Salahuddien.

"Industri (sensor konten) ini akan mati kalau pemerintah memaksakan diri jadi operator. Kemudian pemerintah tidak boleh jadi operator karena alasan transparansi dan accountability. Trust itu akan tercederai ketika pemerintah sebagai regulator juga menjadi eksekutor, nah itu balance-nya dari mana?," lanjutnya.

Seperti diwartakan sebelumnya, pihak ID Institute juga mengkritisi soal tingginya nilai mesin sensor internet Kemkominfo yang mencapai ratusan miliar rupiah. Mereka juga berharap Kemkominfo seharusnya bisa menggandeng pihak ketiga mengoperasikan mesin tersebut.

Sekadar informasi, Kemkominfo bakal menggunakan mesin dengan sistem bernama Crawler mulai awal 2018. Pengadaan mesin sensor ini dilelang dengan nilai tender hingga lebih dari Rp 194 miliar dan dimenangkan oleh PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI).

Cara kerja sistem yakni menjelajahi (crawling) konten dengan membaca dan mengambil atau menarik konten negatif yang sesuai dengan kriteria pencarian. Hasil crawling setelahnya akan disimpan dalam penyimpanan yang dilakukan analisis lebih mendalam dengan metode tertentu.

Hasil output dari deteksi konten nanti bisa berupa domain, sub-domain, dan URL. Output kemudian akan melakukan verifikasi dan validasi sampai akhirnya mencapai pengambilan keputusan.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya