Ngeri, Lapisan Es di Samudra Arktik Bakal Mencair pada 2040?

Dalam waktu puluhan tahun lagi, ilmuwan menduga lapisan es di Samudra Arktik bakal mencair. Apakah benar?

oleh Jeko I. R. diperbarui 30 Okt 2017, 07:30 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 07:30 WIB
Perubahan iklim
Ilustrasi: akibat perubahan iklim dan pemanasan global (sumber: wisdominnature.org)

Liputan6.com, California - Lapisan ketebalan es di Samudra Arktik diprediksi akan menipis dalam waktu puluhan tahun lagi.

Dengan kata lain, es di wilayah Kutub Utara diyakini akan mencair akibat efek pemanasan global. Menurut analisis peneliti, puncak mencairnya es di Samudra Arktik akan terjadi pada 2040.

Penelitian tersebut dipublikasikan University of Calgary pada Selasa (24/10/2017). Penelitian sengaja dilakukan untuk mengoreksi penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan Canadian Cryosphere Climate Research Group yang terbit di jurnal akademis Geophysical Research Letters.

Menurut hasil laporan ilmuwan University of Calgary, penelitian yang dilakukan Canadian Cryosphere Climate Research Group sangat keliru dan terlalu dilebih-lebihkan. Penelitian waktu itu menjelaskan ketebalan es di Samudra Arktik akan lebih tebal sekitar 25 persen.

Namun kenyataannya, penelitian terbaru yang dipimpin oleh peneliti Vishnu Nanda ini melaporkan lapisan es di lautan akan benar-benar mencair mulai musim panas 2040. 

"Selain efek pemanasan global, musim panas di wilayah Samudra Arktik akan memberikan dampak pada pola cuaca di Bumi dengan meningkatnya frekuensi badai besar," ujar Nanda sebagaimana dikutip Reuters, Senin (30/10/2017).

Akibatnya, ekosistem laut juga kena dampaknya. Flora dan fauna di Kutub Utara juga terancam. Mereka akan semakin sulit makan dan berburu. Ini bisa mengakibatkan ancaman kepunahan," ia melanjutkan.

NASA Klaim Pemanasan Global sebagai Pemicu Utama

Pemanasan Global Berkurang di Tahun 2017?
Panas bumi akan stagnan sampai tahun 2017. Setelah itu, suhu akan menurun.

NASA mengklaim pemanasan global menjadi penyebab utama yang kelak mencairkan bongkahan es di wilayah dingin Kutub Utara dan Selatan. Akibatnya, permukaan laut akan naik.

Badan Antariksa Amerika Serikat tersebut juga menerbitkan penelitian tentang efek pemanasan global. Penelitian itu memperlihatkan hasil studi tentang kenaikan tinggi permukaan air laut di Bumi akibat efek pemanasan global.

Berdasarkan informasi yang dilansir The Guardian, studi menunjukkan tinggi permukaan air laut naik 8 sentimeter (cm) sejak 1992.

Bila ke depannya iklim Bumi semakin tidak stabil akibat efek pemanasan global, permukaan air laut akan semakin tinggi dan menyebabkan sebagian besar permukaan tanah di Bumi tenggelam.

Sebelumnya, para peneliti memperkirakan kenaikan berkisar 0,3 hingga 0,9 cm sampai 100 tahun mendatang. Namun, NASA menampik prediksi para ilmuwan tersebut dengan hasil studinya yang baru saja diumumkan baru-baru ini.

"Kenaikan permukaan air laut lebih cepat dan lebih besar dari prediksi 50 tahun lalu. Bisa saja hal ini akan bertambah buruk," ujar pakar Associate Professor Colorado Center for Astrodynamics Research (CCAR) NASA, Steve Nerem.

Kenyataannya, tingkat kenaikan air laut memang berbeda-beda di beberapa wilayah dan mengalami kenaikan air laut sehingga penurunan permukaan tanah terjadi.

Kenaikan permukaan air laut disebabkan oleh suhu perairan yang cenderung memanas. Hampir setengah dari jumlah bongkahan es raksasa di dunia meleleh akibat hal itu.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya