Liputan6.com, Jakarta - Senin, 11 Desember 2017, warganet dibuat heboh dengan tagar Radio Gue Mati (#RadioGueMati) dan Radio Gue Gak Mati (#RadioGueGakMati) yang beredar di Twitter. Bagaimana tidak, 37 radio di Jakarta secara serentak tidak siaran pada pukul 07.45 hingga 08.00 WIB.
Belakangan baru diketahui bahwa hal itu merupakan bentuk kampanye Radio Day yang digagas oleh Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) DKI Jakarta. Meski hanya berhenti siaran selama 15 menit, dampak viral di dunia maya pun berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 14.00 WIB di hari yang sama.
Advertisement
Baca Juga
Diungkapkan oleh Direktur Eksekutif PRSSNI DKI Jakarta, Praditya Sutrisno, kampanye ini diadakan untuk membuktikan radio masih tetap eksis dan tidak kalah dengan layanan streaming.
"Di tengah mabuknya publik dengan (layanan) digital, timbul anggapan radio sudah tidak relevan karena ada YouTube dan Spotify. Padahal, anggapan radio sudah tidak relevan ini bukan dari pendengar, melainkan dari pengiklan," katanya saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Rabu (13/12/2017).
Buktinya, saat siaran radio serentak dihentikan 15 menit, banyak orang berkicau di media sosial dengan kedua tagar di atas. Menurut Ditya, sapaan akrab Praditya, berdasarkan data lembaga riset Nielsen, #RadioGueGakMati sempat menempati trending topic di media sosial Indonesia dan dunia. Selain itu, tagar ini juga dilihat lebih dari 40 juta pengguna internet.
Padahal, kata Ditya, pendengar radio di Jakarta sebanyak 9 juta orang. Artinya, impresi atau yang melihat tagar #RadioGueGakMati di internet empat kali lipat daripada jumlah pendengar radio itu sendiri.
Sekadar diketahui, setelah siaran radio kembali mengudara, lagu pertama yang diputar serentak oleh 37 radio di Jakarta adalah Indonesia Raya, diikuti dengan pesan dari Presiden Joko Widodo, "Emang enak enggak ada radio. Saya Joko Widodo, pendengar radio," kata Presiden Jokowi.
Pada hari yang sama, PRSSNI juga mengadakan pertemuan dengan klien-klien penting pengelola radio yang membahas radio masih menjadi media yang penting dan powerful bagi pendengarnya.
Radio Tak Kalah dari Spotify dkk
Walaupun saat ini masyarakat sedang gandrung dengan beragam layanan livestreaming seperti Spotify dan Joox, radio tidak kalah dari layanan-layanan tersebut.
"(Jumlah pendengar) menurun, tetapi tidak signifikan. Yang terjadi, radio sebenarnya adalah medium dan pengelola radio bukanlah penyedia pemancar, tetapi content provider, yakni produsen konten audio dan informasi," kata Ditya.
Oleh karena itu, teknologi digital membuat terjadinya pergeseran.
"Kalau dulu orang mendengar radio menggunakan perangkat dual band, sekarang orang mendengar radio bisa di mobil saat kemacetan atau di gadget saat sedang berada di transportasi umum. Oleh karenanya, penyedia radio saat ini bersaing dengan penyedia konten lainnya," ujar Ditya menjelaskan.
Kendati begitu, ada keunggulan yang didapatkan pendengar dari radio dan tidak ada di layanan streaming.
"Hal utama yang membuat orang (memilih) mendengarkan radio adalah teman. Ini tidak bisa disaingi oleh Spotifty atau Joox, yang pendengarnya tidak ditemani oleh penyiar radio, seperti Arie Dagienkz, Desta, atau Steny Agustaf," kata dia.
Advertisement
Pendengar Radio Adalah Kaum Muda
Sekadar diketahui, saat ini berdasarkan survei Nielsen, komposisi pendengar radio di DKI Jakarta dan sekitarnya didominasi oleh anak muda dengan presentase 56 persen dan dewasa 44 persen.
Dari jumlah tersebut, porsi terbesar pendengar radio merupakan generasi milenial, yakni 34 persen dari total pendengar.
Lembaga survei tersebut juga memaparkan data di Indonesia ada 62,3 juta pendengar radio dengan porsi 9 juta pendengar ada di DKI Jakarta dan sekitarnya.
(Tin/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Â