Jerman Berlakukan UU Anti Ujaran Kebencian

Jerman mulai menegakkan Undang-Undang (UU) mengenai ujaran kebencian di media sosial.

oleh Andina Librianty diperbarui 04 Jan 2018, 17:00 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2018, 17:00 WIB
Inggris Mata-matai Semua Postingan di Media Sosial
Media Sosial (neowin.net)

Liputan6.com, Jakarta - Jerman mulai menegakkan Undang-Undang (UU) mengenai ujaran kebencian di media sosial. Peraturan baru bernama Network Enforcement Act atau NetzDG ini mewajibkan perusahaan-perusahaan media sosial untuk menghapus berbagai unggahan bersifat ofensif.

Peraturan baru ini mulai berlaku 1 Januari 2018. Target dari peraturan ini adalah media sosial termasuk Twitter, Instagram, Facebook, Snapchat, Google dan YouTube. Namun, LinkedIn dan WhatsApp tidak termasuk di dalamnya.

Menurut laporan broadcaster internasional Jerman, Deutsche Welle, peraturan ini sebenarnya sudah efektif sejak Oktober 2017, tapi pemerintah setempat memberikan perusahaan-perusahaan media sosial waktu tiga bulan untuk menyesuaikan diri dengan sistem baru itu.

Peraturan tersebut menyatakan bahwa Facebook, Twitter dan berbagai perusahaan media lain harus menyelidiki keluhan tentang ujaran kebencian di platform mereka dengan segera.

Perusahaan media sosial harus menghapus unggahan berisi ancaman kekerasan, fitnah dan konten kebencian dalam waktu 24 jam setelah keluhan diajukan atau sepekan jika masalahnya lebih rumit. Media sosial yang tidak mematuhi aturan baru ini akan didenda sebesar 50 juta Euro atau berkisar Rp 798 miliar.

Tidak semua pihak menyambut baik peraturan baru tersebut. Reporters Without Borders pada Juli 2017 menyatakan sistem semacam itu akan berdampak negatif pada kebebasan pers.

"Tenggat waktu singkat untuk menghapus (konten ujaran kebencian), lengkap dengan ancaman denda yang berat, sangat mungkin mendorong media sosialuntuk menghapus lebih banyak konten daripada yang dibenarkan secara hukum. Bahkan publikasi jurnalistik akan menghadapi bahaya nyata karena terpengaruh pemblokiran semacam ini tanpa proses hukum," ungkap Direktur Eksekutif Reporters Without Borders untuk Jerman, Christian Mihr.

Ujaran Kebencian Banyak Muncul di Media Sosial

Media sosial merupakan salah satu produk teknologi yang banyak digunakan di dunia, termasuk di Indonesia. Namun seiring perkembangannya, sejumlah orang menggunakan media sosial bukan lagi sekedar untuk berkomunikasi, tapi juga menyebarkan ujaran kebencian. Masalah ujaran kebencian ini terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia dan Jerman.

Di Jerman, wakil pimpinan partai sayap kanan AfD, Beatrix von Storch, sedang berada dalam proses penyidikan oleh pihak kepolisian terkait unggahannya di Facebook dan Twitter yang menggambarkan muslim sebagai "orang barbar".

Dalam twit yang kini telah dihapus itu, ia mengeluhkan kepolisian Cologne menyampaikan salam dalam bahasa Arab dan mengklaim hal tersebut sebagai upaya untuk menyenangkan "gang-raping" muslim.

Menurut laporan, akun Storch sempat diblokir sementara, tapi kini sudah bisa diakses kembali. Storch lalu mengunggah pesan yang sama di Facebook pada 31 Desember 2017 untuk mengetahui apakah pesannya juga akan dihapus. Unggahannya itu masih ada di Facebook pada Selasa pagi (2/1/2018). Demikian seperti dikutip dari Business Insider, Kamis (4/1/2017).

(Din/Cas)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya