Dikritik Warganet, Twitter Berusaha Tingkatkan Kualitas Konten

Twitter sedang berusaha meningkatkan kualitas konten yang ada di layanannya.

oleh Andina Librianty diperbarui 06 Mar 2018, 09:30 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2018, 09:30 WIB
Twitter
Country Head Industry Twitter Indonesia Novita Jong di konferensi pers #RameDiTwitter di Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Liputan6.com, Jakarta - Twitter sedang berusaha meningkatkan kualitas konten yang ada di layanannya. Hal ini merupakan bentuk upaya Twitter mengatasi meningkatnya kritik terhadap perusahaan-perusahaan media sosial, yang dinilai gagal melindungi pengguna dari penyalahgunaan dan manipulasi politik secara online.

Dilansir Reuters, Selasa (6/3/2018), Twitter melalui penjelasan di blog resminya, mengungkap akan melakukan pendekatan baru berdasarkan identifikasi metrik untuk mengukur "kesehatan percakapan publik" dan berbagai cara untuk melakukannya.

Melalui kicauan di Twitter, CEO Twitter, Jack Dorsey, mengakui Twitter tidak sepenuhnya memperkirakan dan memahami konsekuensi negatif dari pesan singkat di ranah publik.

Konsekuensi negatif yang selama ini Twiter lihat adalah kesewenang-wenangan, gangguan, troll army, manipulasi melalui bot dan manusia, serta kampanye disinformasi.

Menurut Dorsey, Twitter berkomitmen menghapus konten yang tidak sesuai dengan kebijakannya. Namun, layanan microblogging tersebut kini membutuhkan strategi baru.

Twitter mengatakan pada Agustus 2016, dalam enam bulan terakhir telah menghapus 235 ribu akun yang mempromosikan ekstremisme.

Sering Kritik Presiden Jokowi, Fahri Hamzah Diingatkan Warganet

20161108-KLARIFIKASI FAHRI HAMZA-JT
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat menjadi pembicara diskusi publik "Menyikapi Tabir Aktor Politik Penunggang Demo 4 November di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (8/11). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Terlepas dari berbagai macam konten yang ada di Twitter, layanan ini masih sering digunakan oleh sejumlah pihak untuk mengungkapkan pendapatnya. Bukan hanya pengguna biasa, tapi juga kalangan politisi.

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, misalnya, kerap menggunakan Twitter untuk menyuarakan pendapatnya, termasuk menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu kicauan Fahri yang mendapat sorotan ketika mengkritik Jokowi terkait keberadaan narkoba yang masuk ke Indonesia.

"Ada yang bilang kenapa selalu nyalahin presiden? Jawab: karena yang dipilih rakyat adalah presiden. Nama sistemnya: presidensial," demikian twit Fahri pada bulan lalu.

Twit tersebut mendapat berbagai reaksi dari warganet. Sejumlah warganet merasa tergelitik dengan kicauan mantan politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Mereka menilai Fahri selaku wakil rakyat juga dipilih oleh rakyat, tapi kenyataannya DPR yang dipimpinnya justru mendukung UU MD3 yang berpotensi memidanakan pengkritik anggota lembaga tinggi negara tersebut.

Warganet pun menguliahi Fahri tentang konsep pembagian kekuasaan seperti Trias Politica dan konsep divided government. Pakar politik Yunarto Wijaya mengoreksi Fahri Hamzah dengan mengingatkan legislatif juga dipilih rakyat. Fahri pun membalas kicauan Yunarto dengan mengatakan tugas DPR sebagai legislatif adalah mengawasi eksekutif, yang dalam hal ini adalah pemerintah.

Donald Trump Aktif di Twitter

Donald Trump
Donald Trump berbicara dalam sesi dengar dengan siswa, guru, dan keluarga korban penembakan sekolah Florida di Gedung Putih (21/2). (AP Photo/Carolyn Kaster)

Twitter juga merupakan media sosial yang sering digunakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Ia beberapa waktu lalu mengungkapkan kegemarannya mengakses Twitter.

Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis kenamaan, Piers Morgan, yang disiarkan di media Inggris ITV, Trump mengaku kerap bermain Twitter di tempat tidur, pada pagi dan malam hari. "Kadang-kadang di tempat tidur, kerap juga saat sarapan atau makan siang atau apa pun. Namun, umumnya, pada pagi atau malam hari. Kalau siang, saya sangat sibuk," kata Trump kepada Morgan.

Bagi Trump, Twitter merupakan salah satu medium yang kerap digunakan untuk berdiplomasi dan mengumumkan kebijakan domestik atau luar negeri AS. Selain itu, juga sebagai cara berkomunikasi dengan lawan-lawan politiknya, termasuk di antaranya pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.

(Din/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya