Broadcom Batal Pinang Qualcomm karena Donald Trump

Presiden Amerika Serikat Donald Trump membatalkan akuisisi Qualcomm karena masalah keamanan.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 16 Mar 2018, 07:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 07:00 WIB
Snapdragon 845
Pengumuman Snapdragon 845 di konferensi Qualcomm Snapdragon Tech Summit 2017, Selasa (5/12/2017) waktu setempat di Maui, Hawaii. (Liputan6.com/Corry Anestia)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Broadcom untuk mengakuisisi Qualcomm dipastikan batal. Berdasarkan laporan Bloomberg, Jumat (16/3/2018) keputusan itu diambil setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menghentikan rencana tersebut terkait kemungkinan adanya ancaman nasional.

"Meskipun kami kecewa dengan keputusan ini, Broadcom akan mengikutinya," tulis perusahaan dalam pernyataan resminya. Dengan demikian, kabar mengenai akuisisi dengan nilai tertinggi di industri teknologi ini resmi tak akan terjadi.

Penolakan ini sekaligus menghentikan ambisi CEO Broadcom, Hock Tan, untuk membangun sebuah kerajaan pembesut chip. Padahal, upaya akuisisi ini sudah mendapat dukungan penuh dari sejumlah investor, meski sebelumnya selalu mendapat penolakan dari Qualcomm.

Adapun keputusan ini tak lepas dari surat yang dikeluarkan oleh komite investasi asing Amerika Serikat. Dalam surat itu disebutkan, ada ancaman keamanan nasional apabila Brodcom melakukan akuisisi terhadap Qualcomm.

Berdasarkan pertimbangan itu, Presiden Trump akhirnya menolak tawaran Broadcam untuk mengakuisisi Qualcomm. Keputusan ini sekaligus menandakan pemerintahan Trump sangat fokus dalam perkembangan industri teknologi Amerika Serikat.

Terlebih, Amerika Serikat kini harus diakui tengah menghadapi tantangan dari Tiongkok. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Negara Tirai Bambu itu banyak berinvestasi di bidang teknologi, mulai dari kecerdasan buatan hingga jaringan nirkabel.

Sebelumnya, Broadcom sempat mengatakan akan mempertimbangkan putusan pemerintah Amerika Serikat terkait akuisisi Qualcomm, sebelum memutuskan untuk membatalkannya. Perusahaan asal Singapura itu menolak proses akuisisi ini mengancam keamanan negara.

Akuisisi Qualcomm oleh Broadcom Terdengar sejak Tahun Lalu

Qualcomm - ilustrasi (Intomobile)
Qualcomm - ilustrasi (Intomobile)

Rencana akuisisi Qualcomm oleh Broadcom sebenarnya sudah terdengar sejak akhir tahun lalu. Broadcom dilaporkan sudah menyiapkan dana lebih dari US$ 100 miliar.

Apabila akuisisi ini benar-benar terjadi, nilai tersebut akan menjadi yang terbesar dalam industri chipset. Menurut prediksi Bloomberg, akuisisi ini dapat menaikkan nilai saham Qualcomm hingga US$ 70 per lembarnya.

Meski sebatas rumor, kabar itu ternyata disambut baik oleh investor. Ketika itu, saham Qualcomm naik hingga 14 persen dan menjadi yang tertinggi dalam sejarah perusahaan tersebut dalam satu dekade terakhir.

Lantas, apa yang mendorong hal tersebut terjadi? Salah satu yang disebut-sebut menjadi faktor penentu adalah krisis hukum yang kini tengah dialami oleh Qualcomm.

Perusahaan itu baru saja mendapat gugatan hukum dari salah satu klien terbesarnya, Apple. Kondisi itu membuat saham perusahaan sempat terjun hingga 16 persen tahun ini.

Kisruh Apple dan Qualcomm

CEO Apple, Tim Cook
CEO Apple, Tim Coo, saat di WWDC 2015 di San Francisco, California, Amerika Serikat (Foto: Robert Galbraith/Reuters)

Masalah yang terjadi antara kedua perusahaan sebenarnya bermula dari persyaratan lisensi Qualcomm pada Apple. Perseteruan tersebut lalu meluas ke Tiongkok dan sejumlah mitra manufaktur produk Apple.

Seorang sumber mengatakan kepada Reuters, perselisihan berawal dari perubahan pengaturan pasokan saat Qualcomm berhenti menyediakan beberapa software untuk Apple melakukan uji coba chip di dalam desain iPhone.

Perseteruan ini bahkan disebut-sebut akan mengancam kelangsungan kerja sama antara perusahaan. Sumber anonim menyebu,t Apple tak lagi akan memakai chip Qualcomm untuk iPhone dan iPad terbaru.

Pemutusan itu diprediksi akan memengaruhi peluncuran iPhone tahun depan. Akan tetapi, Apple disebut masih memiliki waktu untuk mencegahnya.

Alasannya, perusahaan itu sebenarnya masih memiliki kerja sama dengan kompetitor Qualcomm dalam bidang chipset, Intel. Karenanya, ada kemungkinan peran Intel sebagai pemasok komponen akan lebih besar jika pemutusan ini benar-benar terjadi.

(Dam/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya