Ups, Anak 4 Tahun di AS dan Singapura Ternyata Sudah Punya Smartphone

Anak berusia 4 tahun di Amerika Serikat dan Singapura disebut-sebut sudah memiliki smartphone sendiri.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 01 Sep 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2018, 09:00 WIB
Tips Melindungi Anak Saat Bermain Smartphone
Teknologi itu sangat perlu sekali dikenalkan kepada anak sedari kecil, contohnya adalah Teknologi Smartphone y

Liputan6.com, Jakarta - Investor Apple beberapa waktu lalu dikabarkan mulai sepakat untuk membantu orangtua membatasi penggunaan perangkat pada anak.

Di sisi lain, cukup banyak orangtua yang justru memberikan smartphone atau tablet kepada anak dengan tujuan agar si anak lebih mengenal teknologi atau hanya sekadar untuk membuat anak tidak rewel.

Hal ini terjadi setidaknya di dua negara maju, yakni Amerika Serikat dan Singapura. Mengutip laman Business Insider, Sabtu (1/9/2018), di dua negara itu pengguna diketahui rutin mengganti smartphone tiap tahun.

Setelah memiliki perangkat baru, orangtua cenderung memberikan smartphone lama ke anak-anaknya. Demikian menurut Discover Network Senior Vice President of Northeast Asia Jay Trinidad. 

Saat merilis sebuah aplikasi edukasi untuk anak-anak berusia 4-7 tahun, Trinidad mengatakan, sejak sekolah menggabungkan pembelajaran di kelas menggunakan perangkat mobile, orangtua mulai menyadari, anak-anak perlu dibekali perangkat sejak muda agar tidak gaptek.

Anak-anak ini dikenal dengan Generasi N, yang kini jadi target aplikasi tersebut.

"Anak-anak zaman sekarang cenderung sangat melek teknologi, sejak lahir mereka telah mengenal iPhone (smartphone)," kata Trinidad.

Adapun aplikasi bernama Discovery Kids ini merupakan sebuah aplikasi edukasi yang bisa menjadi alternatif bagi orangtua untuk menggantikan YouTube. Platform video berbagi milik Google itu bisa membuat anak terpapar berbagai konten tak pantas.

Trinidad mengungkap, Discover Kids aman buat anak-anak lantaran berisi e-book, video pendidikan, lebih dari 50 gim anak, dan film-film kartun. 

Perangkat Berbahaya untuk Anak-Anak

Kapan Waktu Paling Tepat Berikan Smartphone Pada Anak?
Ilustrasi (digitaltrends.com)

Dua investor Apple, yakni Jana Partner LLC dan California State Teacher's Retirement System sebelumnya meminta Apple untuk mengembangkan software yang membantu orangtua mengontrol dan membatasi penggunaan smartphone dengan lebih baik.

Selain itu, Apple juga diminta untuk membuat riset mengenai dampak penggunaan smartphone berlebih pada kesehatan mental anak-anak. 

Kedua grup investor tersebut diketahui memiliki saham di Apple dengan nilai sekitar US$ 2 miliar (setara Rp 28,5 triliun).

Sebenarnya, iPhone memiliki fitur parental control yang membantu orangtua membatasi atau memblokir anak-anak dari aplikasi tertentu.

Kendati demikian, kedua investor itu ingin perusahaan melakukan lebih banyak hal guna membatasi penggunaan smartphone dan meminimalisasi dampaknya pada kesehatan mental anak-anak.

Keduanya juga menggunakan penelitian Dr Jean M Twenge dari San Diego State University sebagai bahan rujukan terkait permintaan tersebut.

Rentan Gangguan Psikologis

Samsung Rancang Aplikasi Khusus Anak Autis
Memanfaatkan teknologi kamera belakang yang tertanam di smartphone atau tablet, Samsung merancang aplikasi khusus untuk anak-anak autis.

"Investor percaya, baik konten maupun waktu penggunaan smartphone untuk anak-anak perlu disesuaikan dan ini meningkatkan kekhawatiran tentang efek kesehatan masyarakat karena kegagalan dalam bertindak. Mereka merujuk penelitian Twenge sebagai bukti terkait efek samping negatif (dari smartphone) yang sifatnya tidak disengaja," demikian dalam surat tersebut.

Sebelumnya, Twenge menulis hasil penelitiannya mengenai smartphone dan anak-anak di media.

"Saya menyebut mereka iGen yakni anak-anak yang lahir antara 1995 hingga 2012. Kelompok ini tumbuh bersama smartphone, memiliki akun Instagram, bahkan sebelum mulai sekolah serta tidak ingat waktu saat mengakses internet," tulis Twenge.

Dia juga menyebut, secara psikologis, anak-anak pengguna smartphone lebih rentan dibandingkan kelompok milenial.

"Angka depresi dan bunuh diri remaja meningkat sejak 2011. Sehingga tidak berlebihan untuk menggambarkan iGen berada di ambang krisis kesehatan mental terburuk dalam beberapa waktu terakhir," pungkas Twenge.

(Tin/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya