Liputan6.com, Jakarta - Komisioner yang menangani masalah privasi di Selandia Baru, John Edwards, mengkritik Facebook melalui akun Twitternya.
Sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari The Verge, Selasa (9/4/2019), Edwards mengkritik Facebook karena telah menjalankan platformnya dengan sembarangan.
Advertisement
Baca Juga
Kritik keras tersebut diarahkan kepada Facebook setelah platform ini dipakai untuk menyiarkan secara langsung penembakan di Christchurch, beberapa waktu lalu.
"Facebook tak bisa dipercaya. Mereka adalah pembohong yang mengalami kebangkrutan moral, yang memungkinkan terjadinya genosida, memfasilitasi perusakan terhadap lembaga-lembaga demokrasi," tutur Edwards melalui akun Twitter-nya.
Lebih lanjut, Edwards mengatakan, "Facebook memperbolehkan orang menyiarkan bunuh diri, pemerkosaan, dan pembunuhan secara live streaming dan menayangkan teror di masjid, membuat para pengiklan bisa menarget pembenci Yahudi dan segmen pasar yang penuh kebencian."
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Facebook Disebut Enggan Bertanggung Jawab
Dia juga menyebutkan, Facebook menolak untuk menerima tanggung jawab apapun atas konten atau kerusakaan apapun.
Cuitan tersebut telah dihapus dan dalam cuitan berikutnya, Edwards menjelaskan, dia mencuitkan hal itu lantaran, "banyaknya volume lalu lintas misinformasi."
Respon Edwards ini diungkapkan setelah ada wawancara antara CEO Facebook Mark Zuckerberg dengan ABC News.
Saat itu dalam wawancara, Zuckerberg menyebutkan, pihaknya tengah berupaya meningkatkan kemampuan algoritma Facebook untuk melihat tayangan live streaming, pasca penembakan tersebut.
Advertisement
Zuckerberg Disebut Pembohong
Zuck mengatakan, Facebook butuh waktu hampir 30 menit untuk mendeteksi tayangan live streaming di masjid pada pertengahan Maret lalu.
Facebook juga mengklaim telah menghapus sekitar 1,5 juta video yang beredar massal pasca penembakan di masjid Christchurch tersebut di hari pertama setelah penembakan.
Edwards pun mengecam komentar Zuckerberg dan menyebutnya "tidak jujur". "Dia tak bisa memberi tahu kami berapa banyak bunuh diri, pembunuhan, dan serangan seksual yang telah ditayangkan," ujarnya.
Edwards sendiri menyebut, pihak Komisi Privasi Selandia Baru telah meminta data-data tersebut, tetapi Facebook menolak memberikan.
(Tin/Jek)