Liputan6.com, Jakarta - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melarang perdagangan ataupun penggunaan perangkat sejenis penyebar SMS palsu atau hoaks.
Perangkat yang dimaksud mampu berfungsi sebagai BTS tiruan dan mengirimkan pesan singkat SMS kepada pelanggan, tanpa izin komersial.
Advertisement
Baca Juga
Dalam keterangan resmi yang diterima Tekno Liputan6.com, Selasa (16/4/2019), BRTI selaku regulator telekomunikasi menengarai adanya penggunaan perangkat yang kadang disebut sebagai fake BTS untuk menyebarkan konten negatif.
Misalnya menyebarkan hoaks, misinformasi, provokasi, ujaran kebencian, dan pelanggaran konten informasi negatif lainnya melalui SMS.
Ketua BRTI Ismail mengatakan, BRTI menemukan adanya penggunaan SMS blaster / mobile blaster/ fake BTS untuk menyebarkan konten negatif.
"Tindakan ini melanggar UU Telekomunikasi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Kami minta semua pihak terkait untuk berhenti menggunakan perangkat tanpa sertifikat Kemkominfo," kata Ismail.
Pria yang juga menjabat sebagai Dirjen SDPPI Kemkominfo ini mengatakan, BRTI telah meminta para vendor perangkat dan toko untuk tidak menjual perangkat yanng tidak sesuai ketentuan.
Tidak hanya itu, platfrom penyedia e-commerce dan toko online diminta untuk menutup iklan yang menawarkan fake BTS ini.
Monitoring
Tim dari Ditjen SDPPI bersama dengan Balai Monitor Frekuensi Radio dan Korwas PPNS Kemkominfo terus melakukan monitoring penjuan SMS Blaster/Mobile Blaster/Fake BTS ke toko-toko offline berdasarkan informasi dari operator seluler maupun penelusuran di dunia maya.
Selain terkait dengan Fake BTS, penyebaran konten negatif melalui SMS ditengarai terkait dengan para penyedia konten SMS yang melakukan pengiriman SMS dalam jumlah besar (blasting), tetapi menutupi identitas pengirim (masking).
Hal semacam ini dapat dilakukan oleh penyedia konten SMS yang memiliki kerja sama dengan operator seluler.
Oleh karena itu, BRTI mengingatkan operator seluler untuk melakukan peran pengawasan dan pengendalian dengan cara memberi penegasan dan mengingatkan para mitranya agar tidak menyalahgunakan tujuan kerja sama tersebut.
Advertisement
Chatbot Antihoaks
Sebelumnya, jelang Pilpres 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyediakan layanan chatbot untuk memberantas peredaran informasi palsu atau hoaks.
Layanan bernama Chatbot Anti Hoaks ini sudah tersedia di aplikasi pesan singkat Telegram, dan akan menyusul di WhatsApp, dan Line.
Chatbot Anti Hoaks tersebut, merupakan software berupa program komputer, yang dirancang untuk menjawab setiap pertanyaan publik mengenai informasi yang masih diragukan kebenarannya.
Kehadiran layanan ini merupakan upaya pemerintah bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk perusahaan media dan sebuah startup teknologi, untuk menghentikan penyebaran hoaks yang dinilai kian meningkat menjelang Pemilu 17 April 2019.
"Hari ini kami meluncurkan Chatbot Anti Hoaks di aplikasi pesan sebagai upaya untuk mengidentifikasi artikel-artikel yang banyak beredar. Masyarakat bisa langsung mengajukan data untuk mengetahui informasi asli," ungkap Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (APTIKA) Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, di kantor Kemkominfo, Jumat (12/4/2019).
Untuk saat ini, Chatbot Anti Hoaks baru tersedia di aplikasi Telegram. Pengguna Telegram bisa langsung mencari akun "chatbotantihoaks", dan mengajukan berbagai pertanyaan untuk mengonfirmasi berbagai informasi yang beredar di internet.
Chatbot Anti Hoaks hanya menerima input berupa artikel, berita, atau informasi dan teks. Untuk saat ini, jika ada informasi berbentuk gambar, file, video, maka masyarakat juga harus menyertakan deskripsi file terkait.
Cara kerja layanan ini seperti chatbot lainnya. Pengguna hanya perlu mengetik teks terkait isu tertentu yang ingin diketahui kebenarannya, lalu layanan tersebut akan meneruskan informasi yang diterima ke sistemnya.
Setelah itu, Chat Anti Hoaks akan memberikan rekomendasi hoaks atau fakta berdasarkan referensi yang ditemukan di dalam data base atau basis datanya.
Klarifikasi data yang akan disajikan melalui chatbot berasal dari database, atau pangkalan data mesin AIS Kemkominfo.
Kemkominfo terus melakukan berbagai upaya untuk memerangi hoaks, dengan mengintensifkan penggunaan mesin AIS yang bekerja 24 jam setiap hari, serta didukung oleh 100 anggota tim verifikator.
(Tin/Ysl)
Â