Liputan6.com, Jakarta - Sejak diakuisisi oleh Facebook, tampaknya sang raksasa teknologi tengah memikirkan cara agar aplikasi itu bisa menghasilkan uang.
Sebelumnya sempat beredar kabar kalau WhatsApp akan jadi aplikasi berbayar, namun kabar itu ditepis oleh Facebook. Hingga saat ini, kita masih menikmati layanan kirim pesan lewat WhatsApp dengan gratis.
Tahun ini, Facebook mengkonfirmasi kalau mereka bakal menyematkan iklan yang nantinya bakal berseliweran di media sosial itu tahun 2020. Hal ini diungkapkan oleh Matt Navara, seorang konsultan media sosial, di akun Twitternya.
Advertisement
Baca Juga
Postingan tersebut berisi foto slide presentasi saat pagelaran Facebook Marketing Summit di Belanda berlangsung. Demikian seperti dikutip dari Ubergizmo, Jumat (24/5/2019).
Coming Soon to @WhatsApp...- WhatsApp Status (Stories) to get Ads in 2020- WhatsApp for Businesses to get richer messaging format options- WhatsApp product catalog to be integrated with existing Facebook Business Manager catalogh/t + 📸 @Olivier_Ptv at #FMS19 pic.twitter.com/Z5LsbADNbP
— Matt Navarra (@MattNavarra) May 21, 2019
Di sana tertulis, "Coming Soon to @WhatsApp...
- WhatsApp Status (Stories) to get Ads in 2020", dengan jelas menyatakan kalau status WhatsApp bakal diramaikan oleh iklan.
Namun tidak perlu khawatir, karena iklan ini bakal dibenamkan dengan cara yang sama seperti stories Instagram, yaitu di status, sehingga tidak akan mengganggu pengguna seperti aplikasi gratisan di Play Store pada umumnya.
Apakah Pembatasan WhatsApp dan Media Sosial oleh Pemerintah Sudah Tepat?
Sebelumnya, pemerintah melakukan pembatasan media sosial Facebook dan Instagram serta aplikasi pesan WhatsApp. Dengan demikian, aplikasi-aplikasi tersebut tak bisa dipakai secara normal untuk membagikan gambar ataupun video.
Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran video maupun konten hoaks serta ajakan bersifat provokatif lebih luas lagi.
Pengamat media sosial Indonesia Enda Nasution mengatakan, langkah yang dilakukan pemerintah membatasi akses media sosial merupakan sebuah alternatif menghindari provokasi terus meluas.
"(Pembatasan akses terhadap medsos) merupakan alternatif, tidak melakukan apapun sama sekali juga salah. Apalagi, provokatif itu berbahaya, karena banyak video lama dengan narasi baru yang memprovokasi orang untuk ikut bergabung," tutur Enda saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Rabu (23/5/2019).
Enda mengatakan, jika pemerintah menghentikan seluruh akses internet tentu dampaknya kepada masyarakat Indonesia akan makin luas. Untuk itu, pemerintah mencari solusi yang tepat.
"Mungkin yang dilakukan bisa lebih baik, misalnya mengidentifikasi nomor-nomor telepon yang menyebarkan informasi provokatif. Tetapi melihat kondisi kemarin, mungkin pemerintah memiliki informasi intelijen yang menganggap langkah pembatasan media sosial itu jadi terbaik," kata Enda.
Enda mengungkapkan, sejauh ini pembatasan akses media sosial dirasa cukup tepat, mengingat belum adanya kerusakan yang lebih luas.
Namun demikian, Enda menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi terus menerus.
"Ini sangat tergantung dengan situasi, jadi perlu terus ada evaluasi, jangan juga pembatasannya berkepanjangan," ujarnya. Â
Advertisement
Warganet Perlu Berkorban Sedikit
Pembatasan akses media sosial dan aplikasi pesan WhatsApp membuat masyarakat tidak bisa mengirimkan foto dan video seperti saat normal. Namun, dia menyebut, masyarakat perlu sedikit berkorban.
Saat ini di satu sisi penyebaran berita-berita provokatif dan video berkurang banyak karena tidak bisa kirim. Kemudian, ajakan untuk turun ke jalan pun berkurang cukup banyak.
Namun, dampak luasnya masyarakat jadi tidak bisa membuka media sosial.
"Saya sih berpendapat gangguan yang dirasakan masih bisa ditolerir dibandingkan risiko ada kemungkinan terjadi, lebih lagi provokasi," katanya.
Lebih lanjut, dia mengajak agar warganet berkorban tidak bisa bermain Instagram dan media sosial selama beberapa hari.
"Netizen berkorban sedikit lah, tidak bisa nonton video IG beberapa waktu, demi menjaga stabilitas yang lebih luas," ujarnya.
Terlebih, saat ini pemerintah hanya membatasi akses media sosial dan aplikasi pesan, bukan menghentikan akses internet secara keseluruhan.Â
"Kalau di satu sisi pemerintah mau ekstrem, bisa saja memadamkan internet keseluruhan. Akibatnya aplikasi perbankan, e-commerce, dan lain-lain tidak bisa diakses, namun sekarang kan masih bisa untuk komunikasi," tuturnya.Â
(Tik/Isk)