Donald Trump Bakal Larang Fitur Enkripsi End-To-End WhatsApp dan Telegram

Pemerintah Presiden AS Donald Trump kini menebar teror pada fitur enkripsi end-to-end yang ada di aplikasi chatting.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 02 Jul 2019, 09:30 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2019, 09:30 WIB
WhatsApp
WhatsApp. Dok: irishtimes.com

Liputan6.com, Jakarta - Setelah menyindir-nyindir Apple dan mengancam Huawei, pemerintah Presiden AS Donald Trump kini menebar teror pada fitur enkripsi end-to-end yang ada di aplikasi chatting.

Dua aplikasi yang memiliki fitur ini antara lain adalah WhatsApp dan Telegram.

Dengan adanya fitur enkripsi end-to-end ini, pesan yang dikirim oleh satu pengguna ke pengguna lainnya hanya bisa dibaca oleh pengirim dan penerima pesan.

Pemilik aplikasi pesan pun mengklaim mereka tak bisa membaca pesan ataupun meretas kode enkripsi tersebut.

Laman Politico melaporkan, petugas senior di pemerintahan Trump tengah mempertimbangkan untuk meminta Congress menyiapkan aturan hukum untuk fitur enkripsi end-to-end.

Pasalnya, fitur enkripsi end-to-end dianggap menyulitkan penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait kasus narkoba, ponografi anak, hingga terorisme.

Hasil rapat yang digelar Komisi Keamanan Nasional AS (NSC) tak bisa mencapai kesepakatan mengenai langkah apa yang harus diambil untuk fitur enkripsi end-to-end.

Usulan aturan hukum tentang pelarangan fitur enkripsi end-to-end tentu seperti dua sisi mata uang. Pada satu sisi, memudahkan pemerintah untuk proses investigasi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Mudahkan Pencurian Data

WhatsApp
WhatsApp. telegraph.co.uk

Namun di sisi lain, aturan ini juga memungkinkan peretas untuk lebih mudah membobol smartphone dan tablet, kemudian mencuri data pribadi.

Mengutip laman Phone Arena, Selasa (2/7/2019), Departemen Keamanan pun terbagi dua soal isu ini. Bidang keamanan siber menyebut, perlu adanya pemahaman mengenai pentingnya fitur enkripsi untuk melindungi data.

Namun, mereka yang di bidang Secret Service kadang mengaku kesulitan karena adanya fitur enkripsi.

Bagi Departemen Kehakiman dan FBI, lebih penting untuk menangkap penjahat ketimbang melindungi data pribadi.

Namun tak demikian dengan Departemen Perdagangan dan Negara yang takut nantinya akan ada konsekuensi ekonomi, diplomatik, dan keamanan jika penegak hukum bisa memecahkan pesan terenkripsi.

Dampak Negatif dari Larangan Fitur Enkripsi

Telegram
Ilustrasi Telegram. (Doc: Newsweek)

Sebelumnya di tahun 2016, ada usulan undang-undang yang memaksa perusahaan teknologi mengizinkan penegak hukum untuk melihat pesan enkripsi.

Saat itu ada kasus serangan teroris San Bernardino dan pengadilan memerintahkan Apple untuk membuka kunci iPhone 5c milik penembak.

FBI akhirnya beralih ke perusahaan pihak ketiga dan merogoh jumlah yang cukup banyak uang agar bisa membuka kunci iPhone tersangka.

Kini, banyak pihak mengkritik langkah Trump. Para pengkritik menyebut, menghilangkan enkripsi end-to-end akan memudahkan pemerintah untuk mempelajari lebih banyak informasi kelompok penentang presiden.

Sebelumnya, CEO Telegram Pavel Durov menuding Tiongkok melakukan serangan siber terhadap platform miliknya.

Kombinasi antara fitur enkripsi end-to-end Telegram ditambah dengan grup yang mampu menampung 200.000 anggota diduga membuat pemerintah Tiongkok takut Telegram dipakai oleh penentang pemerintah untuk merencanakan aksi protes.

(Tin/Isk)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya