AS dkk Minta Akses Facebook untuk Intip Obrolan Pengguna

Dengan backdoor ini pemerintah sejumlah negara bisa memiliki akses terhadap aplikasi pesan tersebut, termasuk membuka pesan pribadi pengguna.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 06 Okt 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2019, 14:00 WIB
Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg, Founder sekaligus CEO Facebook, banyak disalahkan sebagian pihak karena membiarkan penggunanya membagikan tautan berita hoax di Facebook. (Doc: Wired)

Liputan6.com, Jakarta - Facebook ditekan oleh sejumlah negara untuk membuat backdoor di aplikasi-aplikasi pesan terenkripsinya.

Dengan backdoor ini pemerintah sejumlah negara bisa memiliki akses terhadap aplikasi pesan tersebut, termasuk membuka pesan pribadi pengguna.

Adapun negara-negara yang menginginkan adanya backdoor di aplikasi pesan terenkripsi milik Facebook antara lain adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.

Mengutip laman The Guardian, Minggu (6/10/2019), informasi ini berdasarkan pada pesan terbuka pemerintah ke Mark Zuckerberg.

Pesan terbuka ini dikirim pada 4 Oktober 2019 dan dikirimkan oleh Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel, Jaksa Agung AS William Bar, dan Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton.

Facebook diminta untuk tidak melanjutkan rencananya menerapkan enkripsi end-to-end di seluruh layanan pesannya, tanpa mengurangi keamanan untuk pengguna.

"Facebook juga diminta untuk menyertakan sarana untuk akses yang sah ke konten komunikasi, guna melindungi warga kami," demikian bunyi surat tersebut.

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Perjanjian Inggris dan Amerika Serikat

Mark Zuckerberg
CEO Facebook Mark Zuckerberg (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Sebelumnya, AS dan Inggris mengumumkan penandatanganan perjanjian akses data pertama di dunia. Perjanjian ini memungkinkan lembaga penegak hukum untuk meminta data tertentu kepada perusahaan teknologi negara lain secara langsung.

Artinya, mereka boleh meminta suatu data ke perusahaan teknologi, misalnya Facebook, tanpa melalui pemerintah AS.

Adapun perjanjian ini dirancang untuk memfasilitasi penyelidikan terkait dengan terorisme, pelecehan, eksploitasi anak, dan kejahatan serius lainnya.

Sebelum adanya perjanjian ini, permintaan data ke perusahaan teknologi asing diajukan ke pemerintah negara asal. Hal ini dianggap memakan waktu antara enam bulan hingga dua tahun.

Adanya perjanjian dua negara itu diharapkan akan mempercepat proses tersebut, hingga berminggu-minggu atau berhari-hari.

Tolak Permintaan Bikin Backdoor

Mark Zuckerberg
CEO Facebook Mark Zuckerberg (Foto: Wallpapers Web)

Terkait dengan pembuatan backdoor di aplikasi pesan terenkripsinya, CEO Facebook Mark Zuckerberg pun tetap pada keputusan menolak permintaan itu.

Zuck akan tetap menerapkan enkripsi di seluruh layanan pesan milik Facebook, meski ada kekhawatiran tentang dampak enkripsi terhadap eksploitasi anak dan kejahatan lainnya.

Zuckerberg mengatakan, risiko eksploitasi anak sangat membebani ketika dia memutuskan dan berjanji untuk meminimalisasi bahaya.

Dalam pernyataan terpisah, Facebook menyebut, "kami sangat menentang upaya pemerintah untuk membangun backdoor pada aplikasi pesan milik Facebook karena akan merusak privasi dan keamanan orang, di mana pun."

Facebook sendiri telah berkomitmen menghadirkan layanan pesan yang berfokus pada privasi selama bertahun-tahun terakhir.

(Tin/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya