Microsoft Sebut Peretas Korea Utara Curi Informasi Sensitif

Microsoft menyebut sekelompok peretas yang diduga berasal dari Korea Utara telah mencuri informasi sensitif.

oleh M Hidayat diperbarui 31 Des 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 31 Des 2019, 17:00 WIB
Papan Nama Booth Microsoft di Computex 2017. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat
Papan Nama Booth Microsoft di Computex 2017. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Liputan6.com, Jakarta - Microsoft menyebut sekelompok peretas yang diduga berasal dari Korea Utara telah mencuri informasi sensitif.

Kelompok peretas bernama Thallium itu menggunakan sejummlah web domain dalam menjalankan aksinya dengan teknik phising.

Mengutip Reuters, Selasa (31/12/2019) kebanyakan target dari serangan Thallium berada di Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan.

Dalam aksinya, Thallium mengelabui korban dengan mengirimkan email yang secara sekilas terlihat cukup meyakinkan. Kelompok ini juga menggunakan malware untuk menjebol sistem dan mencuri data korbannya.

Microsoft menyebut telah berhasil mengambil alih 50 web domain yang digunakan dalam aksi ini.

Ancaman Siber Tahun 2020: AI Malware dan Serangan ke Aplikasi Populer

Melihat tren Artificial Inteligence (AI) sepanjang tahun 2019, bisa diprediksi pada 2020 nanti akan muncul banyak isu seputar pemakaian AI. Bahkan Presiden Joko Widodo pernah mengungkapkan keinginannya untuk memangkas birokrasi dan sebagai gantinya akan memakai AI untuk urusan birokrasi yang tidak rumit.

Dalam keterangannya, pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan ancaman siber pada 2020 banyak dilakukan oleh aktor yang memanfaatkan AI.

Menurut Pratama, perkembangan AI tidak hanya terjadi di industri dan dunia birokrasi. Para peretas juga mengembangkan AI untuk menciptakan malware dan ransomware baru.

Makin berbahaya

Dengan memanfaatkan AI, malware, ransomware, virus, dan trojan terus akan berkembang dan lebih berbahya, serta mampu memperbaiki kelemahannya saat melakukan operasi.

"Perkembangan AI memang sangat menggembirakan, bahkan menjadi solusi di berbagai sektor. Namun kita juga wajib antisipasi bahwa AI digunakan untuk mengembangkan perangkat serangan siber yang lebih canggih, sebuah parasit di wilayah siber yang bisa berpikir seperti manusia," ujar chairman lembaga riset siber Indonesia CISSReC (Communication &Information System Security Research Center) ini.

Data BSSN menunjukkan pada periode Januari-September 2019 ada 129 juta serangan. Angka itu boleh jadi lebih besar karena serangan-serangan itu tak semuanya terpantau dan dilaporkan korban.

(Why/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya