Joker Stash Jual Lebih dari 30 Juta Data Kartu Kredit Curian, Pengamat Minta BI Waspada

Joker Stash mengeluarkan setidaknya 4 daftar data transaksi kartu kredit yang diperkirakan berjumlah sekitar lebih dari 30 juta data transaksi.

oleh Yuslianson diperbarui 31 Jan 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2020, 09:00 WIB
Ilustrasi hacker
Ilustrasi hacker (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Joker Stash, sebuah marketplace di dark web yang khusus menjual data carding, data transaksi pemakaian kartu kredit, dan sebagian kartu debit kembali menarik perhatian.

Pada 27 Januari 2020, Joker Stash mengeluarkan setidaknya 4 daftar data transaksi kartu kredit yang diperkirakan berjumlah sekitar lebih dari 30 juta data transaksi.

Diperkirakan data yang dijual Joker Stash kali ini mencakup 40 negara di seluruh dunia dan sebagian besar berasal dari transaksi di Amerika Serikat (AS).

Adapun transaksi yang bocor sebagian besar adalah transaksi dari peritel dan pom bensin di AS, yakni Wawa.

Di situs resminya, Wawa juga sudah memperingatkan para pelanggannya akan potensi fraud. Karena itu, setiap pelanggan diminta untuk melakukan langkah preventif seperti segera datang ke bank untuk mengecek dan mengubah data.

Dalam keterangannya Jumat (31/1/2020), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, praktek pencurian data transaksi kartu kredit memang banyak terjadi.

Salah satu penyebabnya selain faktor keamanan siber setiap sistem yang mempunyai kelemahan, juga para peretas menyadari data transaksi terutama data kartu kredit ini sangat mahal untuk dijual kembali.

 

Pernah Jual Data Kartu Kredit Curian

Ilustrasi Kartu Kredit (iStockphoto)

“Pada Oktober 2019, Joker Stash pernah menawarkan 1,3 juta data kartu kredit dengan harga USD 100 per kartunya (setara Rp 1,3 juta)."

"Ini berarti mereka bisa mendapatkan USD 130 juta (Rp 1,8 triliun). Angka yang sangat besar, sehingga transaksi jual beli data kartu kredit terus menarik peminat, dan akhirnya pencurian data terus menerus terjadi,” jelas chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC ini.

Pratama menambahkan, Joker Stash tidak bisa diakses dengan cara biasa. Karena letaknya di darkweb, jadi harus diakses dengan TOR browser, peramban khusus dark web.

“Data kartu kredit orang Indonesia juga bisa masuk ke dalam file terbaru yang dijual Joker Stash bernama BIGBADABOOM-III."

"Sebaiknya Bank Indonesia mengantisipasi hal ini, karena dari 4 file, salah satu file adalah data kartu kredit dari seluruh dunia, sekitar 40 negara,” jelas pria asal Cepu Jawa Tengah ini.

 

Tidak Melulu Data Warga Eropa dan AS

Ilustrasi Foto Kartu Kredit (iStockphoto)

Pratama menambahkan, BI perlu waspada karena pada Oktober 2019, sebagian besar data transaksi kartu yang dijual adalah dari nasabah perbankan di India. Artinya data yang diperjualbelikan di Joker Stash tidak selalu data warga Eropa dan AS.

“Semoga saja, tidak banyak dan tidak ada korban carding Joker Stash dari Indonesia. Bila ada, artinya terjadi pencurian data yang targetnya belum kita ketahui bersama. BI sebaiknya mulai mencari tahu apakah ada data nasabah Indonesia yang ikut menjadi korban,” tegas Pratama.

Pencurian data transaksi kartu berbahaya, karena oleh para pelaku bisa digunakan untuk berbelanja sepuasnya sampai limit kredit tercapai.

Karena itu setiap pemilik kartu kredit disarankan mengaktifkan notifikasi SMS untuk setiap transaksi. Sehingga bila ada transaksi ilegal, bisa langsung diketahui.

(Ysl/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya