Huawei, Xiaomi, Oppo dan Vivo Bikin Toko Aplikasi untuk Lawan Play Store

Toko aplikasi milik aliansi Huawei, Xiaomi, Oppo dan Vivo ini bertujuan untuk mempermudah para pengembang gim, musik, film, dan lainnya untuk memasarkan aplikasi mereka di luar negeri.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 07 Feb 2020, 11:30 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2020, 11:30 WIB
oppo-logo-130820b.jpg
Logo Oppo

Liputan6.com, Jakarta - Siapapun tahu Google Play Store merupakan toko aplikasi resmi paling besar di Android. Namun, tampaknya toko aplikasi Google ini bakal ditantang oleh vendor-vendor smartphone Tiongkok.

Kabarnya, Huawei, Xiaomi, Oppo, dan Vivo tengah bekerja sama untuk mengembangkan sebuah platform aplikasi mandiri.

Platform ini nantinya memungkinkan para pengembang di luar Tiongkok untuk menempatkan aplikasi.

Mengutip Reuters, Jumat (7/2/2020), keempat perusahaan ini tergabung dalam Global Developer Service Alliance (GDSA).

Platform ini bertujuan untuk mempermudah para pengembang gim, musik, film, dan lainnya untuk memasarkan aplikasi mereka di luar negeri.

Menurut sebuah sumber, mulanya GDSA akan diluncurkan padar bulan Maret tahun ini. Namun, sampai saat ini masih belum jelas mengingat tengah mewabahnya virus corona.

Dalam website beta-nya disebutkan, platform ini bisa digunakan di sembilan negara, termasuk di antaranya Indonesia, India, dan Rusia.

Sekadar informasi, Oppo dan Vivo yang merupakan anak usaha dari BBK Electronics menolak berkomentar atas masalah ini.

Lawan Dominasi Google

Kantor Xiaomi di Maofanglu Road, Beijing. Tempat Vice President International Xiaomi Hugo Barra beraktivitas. Liputan6.com/Agustin Setyo Wardani
Kantor Xiaomi di Maofanglu Road, Beijing. Tempat Vice President International Xiaomi Hugo Barra beraktivitas. Liputan6.com/Agustin Setyo Wardani

VP of Mobility dari Canalys, Nicole Peng, berkomentar, dibentuknya aliansi ini membuat masing-masing perusahaan mendapatkan keuntungan.

"Perusahaan-perusahaan tersebut bisa jadi unggul di berbagai daerah dengan basis pengguna Xiaomi yang kuat di India, Vivo dan Oppo di Asia Tenggara, dan Huawei di Eropa," kata dia.

Selain itu, aliansi ini juga bisa membuat vendor smartphone punya kekuatan lebih melawan dominasi Google.

Pasalnya, Google yang layanannya diblokir di Tiongkok meraup setidaknya USD 8,8 miliar dari Google Play Store per 2019.

Google juga menjual konten seperti film, buku, dan aplikasi di Google Play Store. Perusahaan mengumpulkan komisi 30 persen dari bisnis ini.

Perlu diketahui, keempat perusahaan tersebut setidaknya menguasai 40,1 persen pengapalan smartphone di kuartal keempat 2019.

Akses Google

Google
Kantor pusat Google di Mountain View. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Vivo, Oppo, dan Xiaomi memiliki akses penuh terhadap layanan Google. Sementara, perangkat Huawei kehilangan akses tersebut setelah Amerika Serikat melarang perusahaan teknologi menjual layanan dan produknya ke Huawei.

Analis Smartphone IDC, Will Wong, mengatakan, vendor Tiongkok tengah mencoba mendapatkan pendapatan lebih dari bisnis software.

"Toko aplikasi, iklan, dan gaming merupakan area yang bisa mendatangkan keuntungan," kata Will.

Dalam websitenya, GDSA juga menyertakan logo Wanka Online, sebuah platform ekosistem Android dari Hong Kong.

GDSA juga digadang-gadang bakal menggaet banyak developer untuk bergabung dan memasarkan aplikasi mereka di platform ini. Para pengembang pun bisa mendapatkan insentif lebih dengan bergabung di platform ini, kata analis.

(Tin/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya